BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 08 Desember 2014

Bereskan Dulu Angkutan Umum Yang Amburadul

RMOL. Pro kontra masih mewarnai rencana kebijakan pelarangan sepeda motor melintas di jalan protokol di ibukota seperti Thamrin dan Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Ada kesan kebijakan tersebut terlalu dipaksakan apalagi kondisi angkutan umum masih amburadul. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI diminta menyiapkan infrastruktur terlebih dulu.

Larangan melintas bagi se­pe­da motor di jalan-jalan pro­to­kol ibukota menuai kritikan dari Yayasan Lembaga Konsu­men Indo­nesia (YLKI). Menurut Peng­u­rus Harian YLKI Tulus Abadi, sebelum larangan itu di­ber­lakukan seharusnya peme­rin­tah membe­nahi dahulu infra­struk­tur trans­portasi umum mas­sal.

Sela­ma ini trans­portasi umum massal belum mem­be­rikan jawaban terhadap masyarakat,” ujarnya.

Tulus mengatakan, transportasi umum massal seharusnya dapat memberikan kenyamanan dan kepastian saat melakukan perja­lanan. Sebagai contoh, waktu tunggu untuk menunggu trans­portasi umum datang seringkali tidak pasti dan memakan waktu lama. Selain itu, biaya transporasi umum relatif mahal.

Sepeda motor, kata Tulus, juga lebih menunjang mobilitas meski biaya yang dikeluarkan relatif rendah. Dibanding sepeda mo­tor, mungkin jauh ya. Makanya masyarakat merasa terbantu dengan sepeda motor,” katanya.

Seperti diketahui, mulai per­tengahan Desember ini Pemprov DKI Jakarta akan member­la­kukan larangan bagi sepeda mo­tor melintasi Jalan MH Thamrin hing­ga Jalan Medan Merdeka Ba­rat, Jakarta Pusat. Jika aturan itu sudah berlaku, pengendara sepe­da motor wajib memarkir ken­daraan­nya di gedung-gedung sekitar jalan itu.

Banyak pengguna sepeda mo­tor yang mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut. Me­nurut Adam, pengguna sepeda mo­tor, seharusnya sebelum me­nerapkan kebijakan itu, Gubernur DKI Basuki Tja­haja Purnama alias Ahok mem­benahi trans­por­tasi umum massal terlebih da­hulu. Ia menilai penera­pan saat ini terkesan dipak­sakan dan tidak diikuti dengan solusi bagi peng­guna jalan.

Saya bingung dengan kebi­jakan mengatasi kemacetan yang satu ini dari Pak Ahok. Larang sepeda motor, tetapi belum disediakan lahan parkir yang memadai. Beli bus gratisnya juga baru tahun depan,” kata pegawai swasta di kawasan jalan MH Thamrin ini.

Untuk mendukung kebijakan tersebut, Ahok berjanji akan menyiapkan banyak bus tingkat gratis bagi pengendara sepeda motor yang hendak melintasi Jalan MH Thamrin-Jalan Medan Mer­deka Barat.

Rencananya, tahun 2015 Pem­prov DKI Jakarta akan membeli 100 bus tingkat. Bus tingkat ini nantinya akan dikelola oleh PT Transportasi Jakarta (Transjakarta).

Selain itu, Pemprov DKI Ja­karta juga telah menyediakan sekitar 11 lokasi parkir bagi para pe­ngendara sepeda motor. Seperti di ge­dung-gedung di sepanjang Jalan MH Thamrin-Medan Mer­deka Ba­rat. Antara lain, Gedung Jaya, Dja­karta Theatre, Sarinah, Gedung BII, Gedung Bank Da­gang Ne­gara (BDN), Gedung Oil, Plaza Per­mata, Gedung Kos­goro, Hotel Pullman atau Wisma Nu­santara, Grand Indonesia dan The City Tower.

Saya tidak sanggup dengan tarif parkirnya kalau disuruh park and ride di tempat parkir Grand Indonesia. Kerja dari pagi hingga malam, bisa-bisa tagihan parkir­nya sampai Rp 50 ribu setiap hari­nya. Sudah BBM naik, se­karang dipersulit lagi dengan aturan ini,” keluh Adam.

Adi, pengguna sepeda motor yang bekerja di Kawasan Jalan Me­dan Merdeka Selatan juga tidak sepakat dengan kebijakan tersebut.

Menurutnya, Pemprov DKI Jakarta seharusnya dapat mem­beri jaminan transportasi umum massal yang disediakan­nya nya­man dan aman.

Transjakarta yang dibanggakan oleh Pemprov DKI Jakarta, kata­nya, masih bermasalah. Adi meng­aku tidak akan beralih meng­gunakan transportasi umum. Ia lebih memilih mencari jalan pintas atau alternatif menuju kantornya.

Saya kapok parkir kalau bu­kan di kantor saya. Pernah saya parkir di IRTI Monas, beda yang jaga parkir, beda juga tarif par­kirnya. Benahi dahulu lahan par­kir dan busnya, baru peraturan itu boleh diberlakukan. Nah ini, peraturan­nya sudah akan dite­rapkan tetapi in­frastrukturnya belum,” tandas­nya.

Ahok Ngotot Tetap Dimulai 17 Desember

Gubernur DKI Jakarta Ba­suki Tjahaja Purnama (Ahok) ber­geming, meski kebijakan mem­batasi sepeda motor di se­panjang Jalan MH Thamrin-Me­dan Merdeka Barat diprotes oleh banyak pihak. Ia akan tetap me­lakukan uji coba kebijakan an­tisipasi kemacetan itu pada per­tengahan Desember ini.

Solusi kebijakan itu untuk me­maksa orang harus istirahat di te­ngah perjalanan. Jadi, kami sengaja memaksa supaya tidak naik sepeda motor seharian,” ujarnya.

Untuk para pekerja yang ingin tetap menggunakan sepeda motor dan melintas di sepanjang kawa­san itu, Ahok mengimbau mereka untuk melalui jalur alternatif. Na­mun, yang terpenting, katanya, pengendara sepeda motor mau berhenti sejenak dan meng­guna­kan bus tingkat. Hal itu juga untuk menurunkan angka kece­lakaan sepeda motor di ibukota.

Pemprov DKI Jakarta memas­tikan, penerapan larangan melin­tas bagi pengendara sepeda motor mulai Bundaran HI-Jalan Medan Merdeka Barat mulai berlaku pada 17 Desember. Namun, para pemilik sepeda motor khususnya mereka yang berkantor di se­panjang ruas jalan itu tidak perlu khawatir tidak dapat menuju tempat kerjanya, karena Pemprov DKI Jakarta telah menyiapkan alternatif transportasi lain.

Untuk menyukseskan kebija­kan tersebut, pemprov menyiap­kan armada bus tingkat gratis yang akan beroperasi setiap hari mulai pukul 06.00-22.00 WIB. Untuk tahap awal, disediakan 10 armada bus tingkat gratis yang akan berhenti di halte-halte regu­ler di sepanjang jalur itu.

Sekretaris Daerah (Sekda) Pro­vinsi DKI Jakarta Saefullah me­ngatakan, pihaknya telah me­nyiap­kan berbagai alternatif trans­portasi untuk menampung pe­ngendara roda dua yang ber­kantor di wilayah Jalan MH Thamrin hingga Harmoni. Di antaranya dengan menyediakan bus tingkat gratis yang akan dioperasikan dari pukul 06.00-22.00 WIB.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Muham­mad Akbar membantah anggapan pemberlakuan kebijakan tersebut yang terlalu terburu-buru. Uji co­ba ini, menurutnya, merupakan ta­hap awal dari realisasi dan su­dah direncanakan sebelumnya.

Ini keputusan tidak kita ambil terburu-buru. Kita awalnya kan mau melarang di sejumlah jalan utama Jakarta, jadi kita mulai di Thamrin. Ini hanya sebuah pe­san, Thamrin sebagai per­conto­han, tindak kecelakaan di sana tidak terparah, ini simbol saja,” ujarnya.

Menurut Akbar, ketersediaan transportasi umum massal di kedua jalan tersebut relatif bagus. Karena itu, Pemprov DKI Jakarta memilih menguji coba kebijakan itu di sana.

Akbar berharap pengguna sepeda motor dapat cepat menye­suaikan diri dengan kebijakan ini. Saya yakin, masyarakat akan dengan baik menyambut peruba­han itu. Saya percaya masyarakat dengan satu kondisi itu akan sangat cepat berubah (dari peng­guna kenda­raan pribadi ke transportasi umum),” katanya.

Bagi pengendara sepeda motor yang enggan menumpang bus tingkat gratis maupun Trans­jakarta, lanjut Akbar, bisa melin­tasi jalur alternatif di sisi timur seperti Jalan Sabang, Jalan Me­dan Merdeka Selatan dan Jalan Medan Merdeka Timur.

Sementara di sisi barat, pe­ngen­dara sepeda motor bisa me­le­wati Jalan KH Mas Mansyur dan Jalan Abdul Muis, Tanah Abang. Di dua ruas jalan itu tentu­­nya akan mengalami penam­bahan volume kendaraan. Namun kami tetap akan mengawasinya dengan menempatkan personel di titik-titik itu,” tandasnya. ***

Tidak ada komentar: