BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 19 Februari 2016

Tanggung Jawab Sita Lahan Putusan PK di Tangan Ketua Pengadilan

JAKARTA – Proses sengketa lahan antara PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan PT Agra Citra Kharisma (ACK) atas lahan seluas 7,3 hektar yang terletak di Gang Buntu Medan, sudah final. Hal tersebut didasarkan pada putusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal 21 April 2015 lalu, yang mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan PT KAI. 
Meski sudah final, proses selanjutnya masih menyisakan pertanyaan di tengah masyarakat. Pasalnya, hingga kini aktivitas di atas lahan tersebut, tepatnya pusat perkantoran Center Point milik PT ACK, masih berlangsung.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto mengatakan, pelaksanaan eksekusi bukan menjadi kewenangan korps adhiyaksa tersebut, namun berada di tangan pengadilan. 
“Kalau memang sudah ada (putusan final, red), yang harus mengeksekusi adalah pengadilan,” ujar Amir kepada JPNN, Rabu (27/1). 
Senada dengan Amir, Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan pelaksana eksekusi sesuai putusan pengadilan atau peradilan PK terkait perkara perdata, menjadi tanggung jawab pelaksana ketua pengadilan dari mana berkas gugatan awalnya berasal. 
“Kewenangannya di pelaksana ketua pengadilan. Sudah ada tata caranya. Apalagi itu pelelangan atau pengosongan, otoritasnya di tangan ketua pengadilan,” ujar Suhadi.
Menurut Suhadi, putusan kasasi sebenarnya sudah dapat dieksekusi. Karena berkekuatan hukum tetap. Namun kalau belum dilaksanakan sampai adanya putusan PK, maka putusan PK yang berlaku. 
Meski menjadi otoritasnya, ketua pengadilan menurut Suhadi, tidak sertamerta dapat melaksanakan eksekusi begitu saja. Ada tata cara yang perlu dilaksanakan. 

“Tata caranya kalau melaksanakan putusan perdata, yang merasa menang mengajukan permohonan, tanpa permohonan tidak akan dilaksanakan," ujarnya. 
Aturan putusan perdata kata Suhadi, tidak sama dengan perkara pidana yang begitu diberitahukan dapat langsung dilaksanakan oleh kejaksaan. 
“Kalau perdata, itu intinya (pihak yang kalah,red) awalnya diberi kesempatan untuk melakukan pengosongan secara sukarela. Kalau tidak maka pihak yang menang, yang merasa dirugikan, baru mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan," ujarnya.
Setelah diajukan kata Suhadi, barulah kemudian ketua pengadilan mengeluarkan penetapan. Artinya kalau belum disita, maka akan disita terlebih dahulu objeknya. Kalau sudah diunmining, dipanggil pihak yang kalah memberitahukan putusan dari MA untuk menyerahkan lahannya, diberikan tempo waktu delapan hari.
“Setelah delapan hari tidak menyerahkan, kalau isi putusan menyerahkan suatu barang, baru menetapkan penetapan untuk eksekusi ril, baru panitera beserta juru sita melaksanakan isi putusan di bawah ketua pengadilan. Itu yang (panitera, red) datang ke tempat di mana objek perkara berada, baca penetapannya, buat berita acaranya, setelah itu selesai eksekusi. Kalau ada orang yang masuk (ke lokasi,red) itu masuk pidana,” ujar Suhadi.(gir/jpnn)

Tidak ada komentar: