BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 25 Februari 2016

Salinan Kasasi Tak Bisa Ditunda, Bodoh Kalau Mau Bayar Rp 400 Juta

JAKARTA - Panitera Mahkamah Agung (MA) Soroso Ono menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (24/2). Ia menjadi saksi dalam kasus suap penundaan salinan kasasi yang menyeret Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Pranata Perdata MA, Andri Tristianto Sutrisna.
Suroso usai menjalani pemeriksaan menyatakan bahwa salinan putusan kasasi sesuai prosedur operasi standar tidak bisa ditunda penerbitannya. Karenanya ia menyindir pengusaha Ichsan Suaidi yang merogoh kocek Rp 400 juta untuk menyuap Andri demi menunda salinan kasasi.
"Itu spekulasi. Yang bodoh yang ngasih duit," ujarnya.
Menurut dia, salinan kasasi biasanya baru dikirim tiga bulan setelah putusan. Dia menegaskan, tidak mungkin suatu salinan kasasi ditunda karena sudah ada SOP. "Apa ingin dipecat panitera mudanya (kalau menunda)?" ujarnya.
Lebih lanjut Suroso menegaskan, ulah Andri itu luar struktur dan manajemen perkara di MA. Karenanya, kata dia, perbuatan Andri telah mencemari MA.
Suroso menegaskan, selama lima tahun dirinya menjadi panitera, baru sekali ada kasus seperti itu. Karenanya ia juga tak bisa memastikan apakah Andri bermain sendirian atau punya jaringan di dalam MA.
"Tidak tahu, itu di luar teknis soalnya. Kalau orang teknis pasti tidak mau," katanya.
Seperti diketahui, Andri dibekuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Gading Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Banten, Jumat (12/2) lalu. Dia disangka menerima sogokan dari Ichsan Suaidi, dan Awang Lazuari.
Barang bukti yang diamankan adalah uang Rp 400 juta. Diduga, suap itu agar Andri menahan penerbitan salinan putusan MA terkait perkara yang menyeret Ichsan sebagai terdakwa dugaan korupsi di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sedangkan Awang merupakan pengacara bagi Ichsan.
Perkara yang menyeret Ichsan sudah diputus MA pada 9 September 2015. Majelis hakim agung yang dipimpin Artidjo Alkostar menghukum Ichsan dengan hukuman 5 tahun penjara. Tapi karena belum terbitnya salinan putusan dari MK, maka Ichsan pun belum bisa dieksekusi.
Di MA, , urusan kasasi di ranah pidana ataupun perdata sama-sama di bawah Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Badilum). Dirjen Badilum membawahi Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana serta Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata. Di sinilah muncul dugaan keterlibatan pejabat di Dit Pranata dan Tata Laksana Pidana.
Andri sendiri memiliki tugas salah satunya mengkoordinir panitera hakim-hakim yang menangani satu perkara. Dia mengkoordinir penyerahan putusan dari masing-masing hakim.  Putusan dikumpulkan, lalu diminutasi dan diketik ulang. Setelah itu putusan diserahkan kembali ke para hakim untuk dibaca ulang. (boy/jpnn

Tidak ada komentar: