BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Selasa, 15 Maret 2016

SIMAK! Tiga Alasan KASN Tolak Rasionalisasi PNS

JAKARTA – Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menolak rencana kebijakan rasionalisasi jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang digulirkan Kementerian Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).
Komisioner KASN I Made Suwandi memberikan alasan sikapnya yang menilai kebijakan pengurangan jumlah PNS tidak tepat.
Pertama, rasio jumlah PNS Indonesia terhadap penduduk masih di bawah angka dua persen, yakni 1,7 persen. Dibanding sejumlah negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, lanjut pria bergelar profesor itu,  rasio PNS Indonesia masih tergolong bagus. Diketahui, rasio PNS di Singapura 2,5 persen, sedang Malaysia sekitar 3,7 persen.
“Jadi Indonesia masih lebih bagus dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara,” ujar I Made Suwandi kepada JPNN kemarin (14/3).
Kedua, lanjut mantan pejabat di kemendagri itu, masalah PNS di Indonesia bukan terletak pada jumlah, namun soal distribusi. Dia katakan, PNS Indonesia lebih banyak yang menumpuk di pusat, yakni di kementerian/lembaga.
“Padahal, pusat itu lebih mengurusi soal kebijakan (bukan pelayanan public, red). Tapi pegawainya banyak, kantor besar, uang banyak,” ujarnya, sembari mengatakan pendapatnya ini merupakan pendapat pribadi.
Ketiga, untuk PNS di daerah, masalahnya juga distribusi pegawai. Untuk di pemda, PNS lebih banyak menumpuk di Kantor Sekretariat Daerah (setda).
“Mestinya jumlah PNS lebih banyak di dinas-dinas yang punya fungsi pelayanan public,” terangnya. Pemerintah pusat, lanjutnya, mestinya melakukan redistribusi PNS.

Made mengatakan, kebijakan rasionalisasi harus punya alasan yang kuat, yang didasarkan pada kajian yang matang menyangkut rasio jumlah PNS. Terutama rasio petugas medis, guru, dan juga tenaga administrasi.
“Kalau datanya sudah jelas, baru bisa mengatakan kelebihan atau kekurangan PNS. Kebijakan harus berdasar data yang akurat dan tidak bisa ujug-ujug bilang rasionalisasi,” ujar Made.
Diketahui, selama ini untuk memberhentikan seorang PNS saja prosedurnya tidak gampang. Prosesnya harus mulai dari pejabat pembina kepegawaian (PPK), yang diusulkan ke KASN. Putusan KASN sendiri masih bisa digugat ke Mahkamah Agung (MA).
Jika misalnya PNS yang terkena rasionalisasi tapi menolak dipensiunkan dini, maka itu juga akan muncul masalah.
Made tidak membantah kemungkinan itu. Pasalnya, aturan mengenai pemberhentian PNS sudah ada ketentuannya di PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang displin PNS.
“Jika PNS melakukan pelanggaran, harus diberi peringatan satu, dua, dan seterusnya. Sanksinya antara lain penurunan pangkat. Kalau sampai dipecat, itu sudah berat, berat,” pungkasnya. (sam/jpnn)

Tidak ada komentar: