BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Minggu, 13 Maret 2016

MA Rampas Harta Rp 24 Miliar dari Tangan Terpidana Korupsi Kasus Pertambangan

Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) memutuskan merampas harta Rp 24 miliar dari terpidana korupsi Atto Sakmiwata Sampetoding (53) dan pidana penjara selama 5 tahun. Jaksa tidak menahan Atto.

Kasus yang menjerat Managing Director PT Kolaka Mining Internasional bermula saat perusahaanya mengekspor nikel ke China dalam bentuk mentah sebanyak 222 ribu mt dengan harga Rp 78 miliar pada 2010. Penjualan nikel itu atas perjanjian dirinya dengan Pemda Kolaka.

Uang tersebut diberikan ke Pemda Kolaka sebesar Rp 15 miliar. Sedangkan sisanya digunakan antara lain untuk jasa pengangkutan Rp 10 miliar, transshipment Rp 6 miliar, pinjam sewa pelabuhan Rp 1,7 miliar dan biaya pengiriman ke China sebesar Rp 4 miliar. Sehingga terdapat selisih Rp 24 miliar yang tidak dilaporkan ke negara dan dinikmati sendiri oleh Atto.

Jaksa mencium gelagat tidak baik dari transaksi tersebut dan menggelar penyidikan ekspor nikel yang dikeruk dari bumi Sulawesi itu. Jaksa kemudian mendudukkan Atto di kursi pesakitan. Jaksa menuntut Atto dihukum 8 tahun penjara dan hartanya Rp 24 miliar dirampas negara.

Siapa sangka, Atto dibebaskan Pengadilan Tipikor Kendari pada 30 Agustus 2013. Majelis menyatakan hubungan Atto dengan pemerintah adalah hubungan keperdataan yaitu utang piutang Atto dengan Pemda, tapi uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi.

Mendapati putusan ini, jaksa terhenyak dan langsung mengajukan kasasi. Gayung bersambut, MA mengabulkan tuntutan tersebut.

"Menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara," demikian putus MA sebagaimana dilansir websitenya, Minggu (13/3/2016).

Duduk sebagai ketua majelis yaitu hakim agung Zaharuddin Utama dengan anggota LL Hutagalung dan Syamsul Rakan Chaniago. Majelis sepakat merampas aset pribadi Atto karena kasus itu terjadi pada 25 Juni 2010 sedangkan PT Kolaka Mining Internasional baru didirikan pada 17 Desember 2010.

"Menghukum terdakwa Atto Sakmiwata Sampetoding membayar yang pengganti Rp 24 miliar dikurangi nilai rumah terdakwa yang disita sebesar Rp 3,4 miliar=Rp 20,6 miliar kepada negara. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti itu. Dalam hal harta benda terpidana tidak mencukupi untuk membayatr maka diganti pidana selama 4 tahun," putus majelis.

Namun putusan ini tidak bulat. Hakim LL Hutagalung menyatakan kasus di atas merupakan kasus perdata dan sebagai pedagang Atto berhak mendapatkan untung. Sebagai pedagang, menjual lebih tinggi dari harga pembelian adalah wajar karena sebagai pedagang berhak mendapatkan untung.

"Maka perkara a quo adalah sengketa perdata, bukan ranah pidana/tipikor," cetus LL Hutagalung.

Tapi pendapat LL Hutagalung kalah suara dengan dua hakim lainnya sehingga putusan diketok dengan suara terbanyak.
(asp/erd)

Tidak ada komentar: