JAKARTA, KOMPAS.com - Petugas Kepolisian Daerah
(Polda) Bengkulu, Sumatera Selatan dan Polda Metro Jaya mendadak
menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta
Selatan, Jumat (5/10/2012) malam. Kedatangan secara tiba-tiba itu pun
menuai pertanyaan dari sejumlah pihak.
Direktur Reserse Kriminal
Umum Polda Bengkulu, Komisaris Besar Dedy Irianto mengatakan, ia hadir
bersama tiga penyidik Polda Bengkulu lainnya sekitar pukul 19.30. Mereka
mendatangi KPK dengan dampingan petugas Polda Metro Jaya sebanyak tiga
orang. Menurut Dedy, total hanya tujuh orang yang mendatangi KPK malam
itu.
"Jam 19.30 di sana, berada di KPK. Di sana memang tujuan kami
ingin koordinasi," ujar Dedy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Sabtu
(6/10/2012) dini hari.
Menurut Dedy, pihaknya ingin memberitahukan pada pimpinan KPK adanya tindak pidana yang menjerat Kompol Novel,
salah satu penyidik di KPK. Ia pun membawa surat perintah penangkapan
untuk Kompol Novel. Dikatakan Dedy, pada 2004 Novel terlibat kasus
penganiayaan berat yang mengakibatkan tewasnya seorang tersangka
pencurian sarang burung walet di Bengkulu. Novel saat itu menjabat
sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polda Bengkulu dituding menembaki
tersangka pencurian sarang burung walet di pinggir Pantai Panjang,
Bengkulu.
Kasus yang terjadi 8 tahun silam itu pun mulai diusut
setelah ada pelaporan korban dan masyarakat ke Polda Bengkulu sekitar
bulan Agustus 2012 lalu. Setelah menjelaskan adanya kasus yang menjerat
Novel, mereka yang saat itu berada di ruang tunggu KPK menunggu
tanggapan surat tersebut. "Jadi kami datang baik-baik ke sana, diterima
baik-baik dan kami memang diperlakukan sebagai tamu bukan penyidik,"
terangnya.
Di KPK ia bertemu Gani dan Anhar dan menyatakan ingin
bertemu pimpinan KPK untuk berkoordinasi soal penangkapan tersebut.
Namun, pimpinan KPK, Abraham Samad, saat itu sedang tidak berada di KPK.
Ia pun diminta menunggu.
Setelah itu, menurut Dedy, koordinasi
dengan KPK malah tidak jelas. Mereka terus menunggu tanggapan dari KPK
hingga akhirnya beristirahat di ruang konferensi pers KPK. "Oleh yang
bersangkutan diperintahkan menunggu. Saya siap menunggu. Lalu
dihubungkan Zulkarnaen, katanya hari Senin," terangnya.
Namun
Deddy menolak untuk menunggu hingga Senin. Kemudian dua orang dari KPK
yakni Anhar dan Gani mengatakan bahwa pimpinan KPK sedang dalam
perjalanan. Tak lama setelah itu, diberitahukan bahwa pimpinaan KPK
telah berada di lantai atas. "Ini kita sudah menunggu satu jam lebih.
Ok, saya tunggu," ucapnya.
Dedi berharap pimpinan KPK akan
menemuinya. Namun, bukan bertemu Abraham atau pimpinan lainnya, Dedy dan
petugas Polda Bengkulu serta Polda Metro Jaya malah dihadapkan pada penggiat antikorupsi
dan sejumlah wartawan "Begitu saya menghadap lagi ternyata yang datang
bukan pimpinan KPK, tapi di situ wartawan sudah penuh dan penggiat anti
korupsi," pungkasnya.
Dedy pun kaget, karena saat ia datang
sebelumnya, suasana KPK tak seramai itu. Penangkapan terhadap Novel pun
belum dilakukan. Sejumlah wartawan di KPK kemudian mengabarkan bahwa KPK
seolah sedang dikepung oleh polisi. Berbagai isu pun menjadi dikaitkan
dengan adanya peristiwa ini.
Pertama, kedatangan sejumlah anggota
kepolisian itu sempat disebut sebagai langkah Polri untuk menjemput
paksa lima penyidiknya yang telah habis masa tugas dan belum melapor
untuk kembali. Aparat Provos Mabes Polri dikabarkan tengah berada di
KPK. Hal itu pun dibantah oleh Kepala Divisi Humas Polri, Brigadir
Jenderal Suhardi Alius bahwa tidak ada pengepungan oleh provos. Kedua, dikaitkan oleh kasus dugaan korupsi simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri tahun 2011.
Novel
diketahui menjadi kepala satuan tugas penanganan kasus korupsi
pengadaan alat simulasi roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas
(Korlantas) itu. Tak hanya itu, kedatangan petugas Polda Bengkulu juga
bersamaan dengan jadwal pemeriksaan terdangka kasus simulator, Inspektur
Jenderal Djoko Susilo di KPK Jumat pagi hingga sore.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar