Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan dukungan dari sejumlah tokoh masyarakat antara lain akademisi dan budayawan agar melanjutkan tugas penegakkan hukum, khususnya saat terjadi upaya pelemahan kewenangan terhadap lembaga tersebut.

"KPK lahir dengan diberikan kewenangan luar biasa untuk menggerakkan lembaga lain yang tidak efektif, tapi yang terjadi malah KPK digerogoti kanan kiri oleh mereka yang terancam oleh pisau KPK, kalau KPK kalah menghadapi semuanya artinya yang kalah adalah rakyat," kata Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat di gedung KPK Jakarta, Senin.

Selain Komaruddin, hadir pula pakar hukum pidana JE Sahetapy, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana, budayawan Taufiq Ismail, tokoh Nahdatul Ulama Salahuddin Wahid, rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Natan Setiabudi dan tokoh pers Bambang Harimurti.

"Sebenarnya yang kami dukung adalah harapan masyarakat yang ingin punya lembaga bersih, jadi KPK adalah simbol untuk membangun pemerintahan yang bersih," tambah Komaruddin.

Ia mengajak masyarakat juga memberikan dukungan moril terhadap eksistensi KPK.

Sedangkan J.E Sahetapy mengungkapkan bahwa pihak-pihak yang ingin mengurangi kewenangan KPK dapat dianggap sebagai pengkhianat negara.

"Saya ingin menegaskan siapa yang ingin mengebiri KPK termasuk wakil rakyat terhormat di DPR dengan alasan yang tidak masuk akal dapat dipandang sebagai pengkhianat negara atau kaki tangan koruptor," kata Sahetapy.

Ia juga meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil tindakan tegas terhadap Polri.

"Presiden sebagai pemberi tanggung jawab kepada Polri harus memerintahkan kepada Polri terkait dengan kasus simulator ini, dan tidak terus melakukan pencitraan," tambah Sahetapy.

Salahuddin Wahid yang biasa dipanggil Gus Solah juga mengungkapkan bahwa seharusnya kapasitas KPK malah ditambah.

"KPK di Malaysia yang penduduknya tidak sampai seperenam penduduk Indonesia memiliki personil 2.500 orang dan anggaran yang jauh di atas kita, jadi KPK harus ditambah jumlah penyidik dan ruang yang lebih besar," ungkap Gus Solah.

Anies Baswedan juga mengungkapkan hal yang serupa yaitu agar KPK dapat merekrut penyidik-penyidik sendiri, yang dapat bertahan di KPK tanpa harus khawatir mengenai masa depan kembali ke lembaga lain.

"KPK harus menjadi lembaga yang benar-benar ditakuti oleh koruptor, keberhasilan KPK adalah bila dia ditakuti koruptor, bila tidak ditakuti berarti KPK gagal dalam menjalankan tugas," kata Anies.

Natan menambahkan bahwa tindakan penegakkan hukum KPK memang berbanding lurus dengan balas dendam terhadap lembaga itu.

"Makin kuat balas dendam atas KPK, artinya arah dan sasaran KPK makin benar, jadi kami dukung sepenuhnya KPK saat ini," jelas Natan.

Budayawan Taufik Ismail dalam kesempatan itu juga membacakan puisi karyanya mengenai sulitnya untuk menemukan kejujuran dan sukarnya untuk menghadapi kejahatan.

"Kami ingin mendapat masukan serta ide yang komprehensif dan kontribusi konkrit dari tokoh lintas agama dan akademisi sehingga dapat menjadi pertimbangan atas langkah yang akan diambil KPK dalam menyikapi dinamika akhir-akhir ini," ungkap Ketua KPK Abraham Samad.

Upaya untuk mendelegitimasi kewenangan KPK antara lain mengenai wacana untuk merevisi UU No 30 tahun 2002 tentang KPK yang dikhawatirkan dapat melumpuhkan kewenangan KPK.

Misalnya pembentukan Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk DPR, pengembalian fungsi penuntutan KPK ke Kejaksaan Agung, penyadapan harus dengan persetujuan pengadilan dan pemberian kewenangan penghentian perkara melalui surat perintah penghentian penyidikan.

Contoh lain adalah tidak diperpanjangnya penugasan 20 penyidik Polri di KPK per 12 September, padahal penyidik-penyidik tersebut belum menyelesaikan tugas di KPK.
(D017/R021)