Jakarta (ANTARA
News) - Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan terobosan dalam
penuntutan koruptor dengan menggabungkan tuntutan tindak pidana korupsi
dan tindak pidana pencucian uang.
"Tuntutan ini adalah terobosan kami menggunakan dua pasal yaitu
tindak pidana korupsi dan pencucian uang, ini pertama kali digunakan
oleh KPK," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di gedung KPK Jakarta,
Selasa.
Pada sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, jaksa penuntut
umum KPK menuntut terdakwa kasus suap alokasi Dana Penyesuaian
Infrastruktur Daerah (DPID) tahun anggaran 2011 Wa Ode Nurhayati dengan
pasal 12 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi
masa tahanan dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.
Tuntutan kedua adalah pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 65 ayat (1) KUHP
pidana penjara 10 tahun dengan denda Rp500 juta subsider 3 bulan
penjara.
"Tergantung bagaimana nanti hakimnya nanti apakah digabungkan atau
yang paling tinggi tuntutannya, tapi kami yakin dengan bukti-bukti yang
ada bahwa yang bersangkuta melakukan tindak pidana pencucian uang,"
ungkap Johan.
Ia mengungkapkan bahwa keputusan hakim nantinya dapat menjadi yurisprudensi untuk kasus korupsi lain.
"KPK berharap putusan hakim nanti akan menjadi yurisprudensi
sehingga ke depan menjadi dasar KPK menetapkan hal yang sama untuk kasus
korupsi lain yang bukti-buktinya mengarah pada TPPU," jelas Johan.
Menurut Johan, sebelumnya KPK sudah menerapkan pasal TPPU untuk
terpidana kasus Wisma Atlet M. Nazaruddin, tapi bila bersama dengan
tindak pidana korupsi baru pada kasus Wa Ode.
Artinya menurut Johan, upaya menindakan KPK tidak hanya hukum secara
fisik tapi juga berusaha untuk mengembalikan uang negara
sebesar-besarnya.
Wa Ode pasca persidangan menganggap bahwa dirinya menjadi kelinci
percobaan oleh KPK sebab dijadikan tersangka padahal pernah diminta
menjelaskan perihal DPID oleh lembaga antikorupsi tersebut.
"Saya belum mendengar ada dua tuntutan, tapi saya ikhlas dan akan
membela diri karena ada banyak fakta sidang yang tidak sesuai," kata Wa
Ode Nurhayati usai sidang.
Dalam penjelasannya jaksa menganggap Wa Ode mengetahui dan
menghendaki penerimaan uang senilai Rp6,25 miliar melalui stafnya Sefa
Yolanda pada periode 13 Oktober--1 November 2010 dari Haris Andi
Surahman yang berasal dari Fadh El Fouz serta Paulus David Nelwan dan
Abram Noach Mambu sebagai `fee` untuk memproses DPID di kabupaten Bener
Meriah, Aceh Besar, Pidie Jaya serta Minahasa.
Sedangkan untuk tuntutan terkait tindak pidana pencucian uang
(TPPU), jaksa menjelaskan bahwa Wa Ode membuka rekening tabungan bisnis
di Mandiri cabang DPR untuk keperluan bisnis dan memberikan uang Rp500
juta sebagai setoran awal dan secara bertahap melakukan transaksi hingga
jumlah total Rp50,59 miliar yaitu Rp50,2 miliar ke rekening atas nama
Wa Ode Nurhayati dan Rp250 juta atas nama Syarif Ahmad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar