INILAH.COM,
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan lebih
mempertajam fungsi pencegahan, tidak hanya fokus pada fungsi penindakan.
Pasalnya KPK dianggap lebih mengedepankan fungsi penindakan, akibatnya,
pemberantasan korupsi belum efektif dan maksimal.
Direktur Eksekutif Institut Proklamasi, Arief Rachman mengatakan, esensi dari pemberantasan korupsi adalah mencegah timbulnya kerugian negara. Namun faktanya, KPK belum maksimal selamatkan aset negara yang hilang dijarah koruptor.
"Peluang memperkecil ruang gerak koruptor melalui sistem pencegahan dan pengawasan lebih efektif dibanding penindakan," ujar Arief saat dihubungi INILAH.COM, Senin (01/10/2012).
Arief berharap revisi UU KPK tersebut dapat lebih memperkuat fungsi pencegahan KPK. Alasan dia, jika fungsi penindakan saja yang diperkuat, sulit untuk melakukan penyelamatan keuangan dan aset negara.
"Filosofi penyelamatan adalah mencegah agar kerugian negara bisa dicegh lebih dini. Jadi bukan menindak setelah uang terdistribusi ke dalam situasi dan sistem yang dibangun yang dibangun oleh koruptor," tegasnya.
Arief berpendapat, ada kesan KPK melakukan pembiaran terhadap suatu perbuatan korupsi. Komisi antikorupsi baru bergerak setelah muncul kerugian negara.
Namun sikap berbeda ditunjukan KPK saat berhadapan dengan kasus-kasus besar sarat nuansa politis seperti, kasus dana talangan Bank Century, Wisma Atlet, maupun Hambalang. "Padahal kasus-kasus tersebut terang benderang sudah mengindikasikan keterlibatan petinggi negara dan partai berkuasa," tegasnya.
Arief berharap momentum revisi UU KPK dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kinerja komisi antisuap itu agar tidak semakin menjauh dari semangat pencegahan tindak pidana korupsi. [gus]
Direktur Eksekutif Institut Proklamasi, Arief Rachman mengatakan, esensi dari pemberantasan korupsi adalah mencegah timbulnya kerugian negara. Namun faktanya, KPK belum maksimal selamatkan aset negara yang hilang dijarah koruptor.
"Peluang memperkecil ruang gerak koruptor melalui sistem pencegahan dan pengawasan lebih efektif dibanding penindakan," ujar Arief saat dihubungi INILAH.COM, Senin (01/10/2012).
Arief berharap revisi UU KPK tersebut dapat lebih memperkuat fungsi pencegahan KPK. Alasan dia, jika fungsi penindakan saja yang diperkuat, sulit untuk melakukan penyelamatan keuangan dan aset negara.
"Filosofi penyelamatan adalah mencegah agar kerugian negara bisa dicegh lebih dini. Jadi bukan menindak setelah uang terdistribusi ke dalam situasi dan sistem yang dibangun yang dibangun oleh koruptor," tegasnya.
Arief berpendapat, ada kesan KPK melakukan pembiaran terhadap suatu perbuatan korupsi. Komisi antikorupsi baru bergerak setelah muncul kerugian negara.
Namun sikap berbeda ditunjukan KPK saat berhadapan dengan kasus-kasus besar sarat nuansa politis seperti, kasus dana talangan Bank Century, Wisma Atlet, maupun Hambalang. "Padahal kasus-kasus tersebut terang benderang sudah mengindikasikan keterlibatan petinggi negara dan partai berkuasa," tegasnya.
Arief berharap momentum revisi UU KPK dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kinerja komisi antisuap itu agar tidak semakin menjauh dari semangat pencegahan tindak pidana korupsi. [gus]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar