Saat datang dan melihat situs Soekarno kala itu, Boediono tampaknya sedih mengapa tempat yang sangat bernilai historis dan sebagai tempat pengasingan Bung Karno selama 1934-1938 itu tak terawat dan tak terurus.
Menurut masyarakat setempat, situs Bung Karno di Jalan Perwira Ende itu, nyaris tak pernah mendapat perhatian perawatan dari pemerintahan setempat, meski memiliki latar sejarah yang begitu kental dengan lahirnya Pancasila yang kini dikenal semua anak bangsa sebagai dasar negara Republik Indonesia.
Di depan masyarakat Ende, Boediono saat itu menegaskan akan merenovasi Situs Bung Karno di Ende dengan keterlibatan dirinya secara aktif sebagai rakyat Indonesia yang peduli dengan sejarah kelahiran bangsa meskipun tidak terpilih menjadi wakil presiden.
"Saya akan mengajak yang lain untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Tujuan merenovasi Situs Bung Karno di Ende adalah untuk membuat ikatan batin antara Ende dan Republik Indonesia, antara satu generasi dengan generasi yang akan datang," katanya saat itu.
Guna mewujudkan niatnya tersebut, Boediono kemudian mendirikan sebuah lembaga non pemerintah yang diberi nama Yayasan Ende Flores untuk memacu proses pemugaran bangunan fisik Situs Bung Karno di Ende, dengan menunjuk Dr Ignas Kleden sebagai ketua yayasan serta beberapa tokoh Ende Flores sebagai sebagai anggota.
Tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam proses pemugaran Situs Bung Karno tersebut antara lain Don Bosco Wangge (Bupati Ende), Budayawan Goenawan Mohamad, Daniel Dhakidae, dan Ery Seda.
Yayasan ini kemudian menjadi pilar utama dalam menggalang dukungan
dana dan melaksanakan pembangunan dengan menunjuk kontraktor pelaksana
serta mengawasi pembangunan renovasi situs tersebut.
Renovasi tahap pertama adalah pembangunan fisik Situs Bung Karno dengan fokus pada renovasi Rumah Pengasingan Bung Karno dan Taman Pancasila sebagai ruang publik masyarakat Ende yang di dalamnya terdapat Patung Bung Karno.
Patung Bung Karno tersebut juga diganti dengan patung yang lebih mencerminkan dan merepresentasikan kondisi Bung Karno saat beliau diasingkan di Ende pada 1933, ketika Sang Proklamator masih berusia 35 tahun.
Sesungguhnya ada 10 situs bersejarah di Ende yang secara bertahap akan direnovasi dan semua situs itu memiliki kedekatan dengan Soekarno.
Sepuluh situs itu adalah pelabuhan, pos militer, rumah pengasingan Bung Karno, taman Bung Karno, masjid, katedral, rumah pastoran, gedung pertunjukan "Immaculata", eks Toko De Leew, serta makam Ibu Amsi (mertua Bung Karno).
Penuhi janji
Janji Boediono untuk merenovasi Situs Bung Karno di Ende sempat ditandai dengan acara pencanangan renovasi Situs Bung Karno di Ende pada 28 Desember 2010.
Renovasi tahap pertama adalah pembangunan fisik Situs Bung Karno dengan fokus pada renovasi Rumah Pengasingan Bung Karno dan Taman Pancasila sebagai ruang publik masyarakat Ende yang di dalamnya terdapat Patung Bung Karno.
Patung Bung Karno tersebut juga diganti dengan patung yang lebih mencerminkan dan merepresentasikan kondisi Bung Karno saat beliau diasingkan di Ende pada 1933, ketika Sang Proklamator masih berusia 35 tahun.
Sesungguhnya ada 10 situs bersejarah di Ende yang secara bertahap akan direnovasi dan semua situs itu memiliki kedekatan dengan Soekarno.
Sepuluh situs itu adalah pelabuhan, pos militer, rumah pengasingan Bung Karno, taman Bung Karno, masjid, katedral, rumah pastoran, gedung pertunjukan "Immaculata", eks Toko De Leew, serta makam Ibu Amsi (mertua Bung Karno).
Penuhi janji
Janji Boediono untuk merenovasi Situs Bung Karno di Ende sempat ditandai dengan acara pencanangan renovasi Situs Bung Karno di Ende pada 28 Desember 2010.
Acara Pencanangan Renovasi Situs Bung Karno Ende juga diisi dengan
dibukanya "booth" oleh Wapres Boediono dan Ibu Herawati Boediono, yang
di dalam booth tersebut dipamerkan maket, panel dan foto-foto desain
bangunan rumah Bung Karno dan Taman Pancasila yang akan direnovasi serta
replika patung Bung Karno.
Pada 1 Juni 2013, Wapres Boediono kembali datang ke Ende dan kali ini untuk meresmikan selesainya pemugaran rumah pengasingan Bung Karno.
Pada 1 Juni 2013, Wapres Boediono kembali datang ke Ende dan kali ini untuk meresmikan selesainya pemugaran rumah pengasingan Bung Karno.
Boediono sengaja memilih 1 Juni sebagai acara peresmian selesainya
pemugaran, karena tanggal itu merupakan Hari lahirnya Pancasila yang
butir-butirnya diilhami saat Bung Karno diasingkan di Ende.
Dengan didampingi Ketua MPR Taufiq Kiemas, Boediono yang didampingi
Ibu Herawati datang kembali ke Ende setelah menempuh penerbangan dari
Jakarta.
Wakil Presiden Boediono mengatakan jangan matikan asas-asas Pancasila dalam praktek sosial sehari-hari sebagai upaya mengatasi kekerasan dan meredam kebencian antara golongan.
"Sikap saling menghormati akan selalu gagal apabila asas-asas Pancasila dimatikan dalam praktek sosial kita sehari-hari," kata Wapres Boediono.
Dikatakan Boediono, masyarakat harus pahami bahwa mengelola perbedaan dengan "cara yang berkeadaban" itu sebenarnya adalah agenda semua seluruh komponen bangsa.
Tentu, kata Wapres, tidak berarti bahwa asas-asas itu dihapalkan oleh setiap warga negara.
Tidak berarti pula bahwa Pancasila disakralkan menjadi doktrin yang beku dan diajarkan melalui indoktrinasi seperti dulu.
Pancasila, kata Boediono, akan efektif dalam praktek sosial jika dapat diwujudkan dalam pelbagai hukum positif yang mengatur hidup bersama.
"Dengan hukum positif itulah suara penyebar kebencian harus ditangkal. Dalam hukum positif itu pulalah provokasi untuk melakukan kekerasan dapat ditangkis," ingat Wapres.
"Presiden Soekarno sewaktu mengasingkan di Ende memikirkan ide- ide Pancasila dan kebhinnekaan bagi bangsa Indonesia," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti.
Menurut Wiendu, Ende merupakan bagian penting dari tonggak sejarah nasional mengingat pada pengasingan Bung Karno 1934-1938 yang berhasil menyusun butir-butir kebhinnekatunggalikaan dan kebangsaan, yang kelak menjadi Pancasila.
"Lingkungan alam dan masyarakat Ende yang plural mempengaruhi alam pikir Bung Karno untuk mencita-citakan sebuah negara merdeka yang berdasarkan Pancasila," katanya.
Sebelum dipugar dan direnovasi, katanya, kondisi kawasan bersejarah itu dalam kondisi kurang terawat bahkan beberapa barang milik Bung Karno hilang atau beralih fungsi.
"Kemendikbud memiliki tanggung jawab melakukan revitalisasi kawasan bersejarah agar bukti sejarah pengasingan Bung Karno di Ende dapat disaksikan generasi penerus," katanya.
Deputi Bidang Kesra dan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wapres Bambang Widianto, mengatakan Wapres Boediono sangat prihatin dengan kerusakan tempat pengasingan Bung Karno itu sehingga minta agar dilakukan pemugaran dan revitalisasi.
"Oleh sebab itu Wapres menggagas pendirian Yayasan Ende Flores yang bertugas menjaga dan merevitalisasi tempat bersejarah itu," kata Bambang.
Bupati Ende Don Bosco M Wangge mengaku senang ada revitalisasi situs bersejarah Bung Karno. "Ini dari Ende untuk Indonesia," katanya dan menambahkan, "Saya akan lebih senang lagi jika peresmian Situs Bung Karno dilakukan sendiri oleh Wapres Boediono sekaligus memperingati Hari Lahir Pancasila di Ende".
Wakil Presiden Boediono mengatakan jangan matikan asas-asas Pancasila dalam praktek sosial sehari-hari sebagai upaya mengatasi kekerasan dan meredam kebencian antara golongan.
"Sikap saling menghormati akan selalu gagal apabila asas-asas Pancasila dimatikan dalam praktek sosial kita sehari-hari," kata Wapres Boediono.
Dikatakan Boediono, masyarakat harus pahami bahwa mengelola perbedaan dengan "cara yang berkeadaban" itu sebenarnya adalah agenda semua seluruh komponen bangsa.
Tentu, kata Wapres, tidak berarti bahwa asas-asas itu dihapalkan oleh setiap warga negara.
Tidak berarti pula bahwa Pancasila disakralkan menjadi doktrin yang beku dan diajarkan melalui indoktrinasi seperti dulu.
Pancasila, kata Boediono, akan efektif dalam praktek sosial jika dapat diwujudkan dalam pelbagai hukum positif yang mengatur hidup bersama.
"Dengan hukum positif itulah suara penyebar kebencian harus ditangkal. Dalam hukum positif itu pulalah provokasi untuk melakukan kekerasan dapat ditangkis," ingat Wapres.
"Presiden Soekarno sewaktu mengasingkan di Ende memikirkan ide- ide Pancasila dan kebhinnekaan bagi bangsa Indonesia," kata Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti.
Menurut Wiendu, Ende merupakan bagian penting dari tonggak sejarah nasional mengingat pada pengasingan Bung Karno 1934-1938 yang berhasil menyusun butir-butir kebhinnekatunggalikaan dan kebangsaan, yang kelak menjadi Pancasila.
"Lingkungan alam dan masyarakat Ende yang plural mempengaruhi alam pikir Bung Karno untuk mencita-citakan sebuah negara merdeka yang berdasarkan Pancasila," katanya.
Sebelum dipugar dan direnovasi, katanya, kondisi kawasan bersejarah itu dalam kondisi kurang terawat bahkan beberapa barang milik Bung Karno hilang atau beralih fungsi.
"Kemendikbud memiliki tanggung jawab melakukan revitalisasi kawasan bersejarah agar bukti sejarah pengasingan Bung Karno di Ende dapat disaksikan generasi penerus," katanya.
Deputi Bidang Kesra dan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wapres Bambang Widianto, mengatakan Wapres Boediono sangat prihatin dengan kerusakan tempat pengasingan Bung Karno itu sehingga minta agar dilakukan pemugaran dan revitalisasi.
"Oleh sebab itu Wapres menggagas pendirian Yayasan Ende Flores yang bertugas menjaga dan merevitalisasi tempat bersejarah itu," kata Bambang.
Bupati Ende Don Bosco M Wangge mengaku senang ada revitalisasi situs bersejarah Bung Karno. "Ini dari Ende untuk Indonesia," katanya dan menambahkan, "Saya akan lebih senang lagi jika peresmian Situs Bung Karno dilakukan sendiri oleh Wapres Boediono sekaligus memperingati Hari Lahir Pancasila di Ende".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar