INILAH.COM, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) mengajukan dua permohonan kepada Mahkamah Agung (MA). Hal
tersebut untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan korban saat
menyampaikan keterangan di persidangan militer pascapenyerbuan dan
pembantaian yang dilakukan oknum Kopassus di LP Cebongan, DIY.
Keterangan
tersebut disampaikan Penanggung Jawab Divisi Pelayanan Pemenuhan Hak
Asasi Saksi dan Korban LPSK, Teguh Sudarsono pada konferensi pers di
kantornya bilangan Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2013).
Menurutnya,
dua opsi permohonan tersebut disampaikan kepada MA terkait pernyataan
Kepala Staf Anggkatan Darat (KASAD), Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo
yang menegaskan, bahwa pelaku kasus Cebongan akan diadili di pengadilan
militer.
"Dalam proses peradilan, pernyataan KSAD, walaupun di proses di peradilan militer, tapi kami akan sangat terbuka," ujar Teguh.
Menurutnya,
kata terbuka itu bisa berarti banyak makna, di antaranya bisa
disaksikan semua orang dan saksi bisa menyampaikan kesaksiannya bebas
dari tekanan siapapun, sehingga bisa menyampaikan kesaksiannya secara
gamblang.
Untuk itu, ada dua permohonan yang disampaikan LPSK
demi memberikan rasa aman kepada 42 saksi dan korban yang terdiri dari
31 narapidana (Napi) dan 11 sipir Lapas Cebongan.
Pertama, MA
diminta memindahkan persidangan dari wilayah Jawa Tengah dan kedua,
menggunakan telekonferensi sehingga saksi tidak harus berada di dekat
terdakwa atau teman-teman terdakwa dari komondo elit anggkatan darat
tersebut.
Namun, imbuh Teguh, dua permohonan yang telah
dilayangkan melalui surat itu, belum juga direspon pihak MA. "Sampai
saat ini, belum ada jawaban dan mungkin tidak akan dipindahkan,"
pungkasnya.
Dalam kasus penyerbuan dan pembantaian itu, empat
tahanan titipan Polda DIY tewas setelah diberondong tembakan oleh para
pelaku. Atas insiden itu, 11 oknum anggota Kopassus telah menjadi
tersangka dan segera disidangkan untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya itu. [mvi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar