Nograhany Widhi K - detikNews
Jakarta - Polda Metro Jaya kehabisan armada motor gede.
Namun, utilisasi motor gede dari Brigade Motor (BM) itu bukan dipakai
untuk melayani publik melainkan untuk mengawal pejabat. Jadi BM itu kini
malah identik dengan fasilitas pejabat. Hal ini berbeda yang ditemui di
Jepang.
Saat Wapres Jusuf Kalla tiba dalam kunjungan kerja di
Jepang melalui Bandara Internasional Haneda, Tokyo, pada Jumat
(13/3/2015) lalu, sama sekali tidak tampak motor voorijder dalam
iring-iringan mobil rombongan Wapres JK.
Padahal, waktu JK tiba di Tokyo adalah
pada pagi hari, pukul 08.25 waktu setempat (+9 GMT), saat para warga
ibu kota negara matahari terbit sedang bergeliat memulai aktivitasnya.
Jarak antara bandara dengan hotel kurang lebih 20 kilometer dan harus
ditempuh selama 30 menit.
Dengan jarak dan waktu tempuh di saat
lalu lintas sedang sibuk-sibuknya, bahkan iring-iringan mobil harus
mendahulukan pejalan kaki yang menyeberang.
"Kalau di sini tak
ada istilah mana pejabat atau bukan, semua harus mendahulukan pejalan
kaki. Pejabat juga tidak dikawal voorijder," ujar salah seorang staf
KBRI di Jepang.
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
Bila di Jepang, Wapres JK mesti mengikuti kebiasaan di sana yang tak
dikawal voorijder, di Indonesia memang ada prosedur tetap pengamanan
sekelas Presiden dan Wapres. Namun, sampai pejabat tingkat ke berapa
yang harus dikawal voorijder?
Komisioner Kompolnas Adrianus
Meliala mengatakan, total ada 170 pejabat yang meminta pengawalan
melekat anggota Satuan Patroli dan Pengawalan (Patwal) Ditlantas Polda
Metro Jaya yang menggunakan motor voorijder. Sedangkan motor BM yang ada di Polda Metro Jaya hanya 160 unit. Ada defisit 10 unit yang lantas ditutup oleh Mabes Polri.
Adrianus menyebutkan ada beberapa kriteria pejabat yang bisa diberikan
pengawalan melekat seperti RI 1 dan RI 2. Namun, ada sejumlah pejabat
yang tidak semestinya mendapatkan pengawalan melekat, meminta fasilitas
tersebut.
"Kalau presiden dan wakil presiden dalam undang-undang
protokoler memang diatur. Tapi sekarang anggota DPR, DPD, Watimpres
semua minta pengawalan. Maka tadi 170 BM itu sekarang habis untuk
melayani mereka tiap hari," ungkapnya.
Mengenai pemakaian voorijder ini, Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) pernah mewanti-wanti jauh-jauh hari. Ahok mengimbau agar mobil pejabat tidak dikawal oleh voorijder. Ia menyarankan pengawalan itu lebih baik diberikan kepada pemadam kebakaran dan ambulans.
"Tidak
boleh pakai kawalan motor karena lawan UU, saya pun nggak pakai. Jadi
wali kota nggak boleh, kecuali ada acara apa. Kalau ramai-ramai naik bus
bisa," ujar Ahok kepada wartawan di Lapangan Silang Monas, Jakarta
Pusat, Jumat (2/1/2015).
"Jadi motor hanya buat kawal pemadam
kebakaran dan ambulans, kalau kawal kita sebagai pejabat nggak boleh.
Siapapun itu nggak boleh," sambungnya.
Mantan Bupati Belitung
Timur itu bahkan mengancam jika ada satuan Dinas Perhubungan yang
memberi pengawalan maka ia tak segan-segan mencopot jabatannya. "Kalau
ada Dishub berikan kawalan itu saya akan copot Dishub!" tegas Ahok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar