Jpnn
SITUBONDO – Asyani alias Bu Muaris, nenek 63 tahun, dituduh mencuri tujuh batang kayu jati yang konon milik Perhutani. Sudah hampir tiga bulan ini nenek renta itu menjadi tahanan titipan di Rutan Situbondo.
SITUBONDO – Asyani alias Bu Muaris, nenek 63 tahun, dituduh mencuri tujuh batang kayu jati yang konon milik Perhutani. Sudah hampir tiga bulan ini nenek renta itu menjadi tahanan titipan di Rutan Situbondo.
Tinggal di ruang pengap dengan penjagaan
tersebut, bisa jadi, akan dijalani lebih lama oleh Asyani. Sebab,
seperti dilaporkan Jawa Pos Radar Banyuwangi, sidang di Pengadilan
Negeri (PN) Situbondo belum kunjung menghasilkan putusan. Sidang baru
memasuki tahap materi eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut.
Supriyono, kuasa hukum Asyani, menyatakan segera mengajukan penangguhan penahanan. Pertimbangannya, usia kliennya sudah sepuh.
’’Besok (Kamis, 12/3), kami mengajukan
penangguhan kepada majelis hakim. Saya yakin, karena pertimbangan
kemanusiaan, majelis hakim mengabulkannya,” jelas Supriyono saat
dihubungi Jawa Pos Radar Banyuwangi Selasa malam (10/3)
Supriyono juga optimistis Asyani divonis
bebas. Itu berdasar fakta-fakta di lapangan dan bukti-bukti yang
dimilikinya. ’’Terlalu banyak dugaan rekayasa dalam kasus ini,”
ungkapnya.
Supriyono memaparkan, kasus penebangan
tujuh batang kayu jati yang menyeret Asyani terjadi sekitar enam tahun
lalu. Nah, pada Desember 2014, karena baru ada uang untuk ongkos
menggarap, kayu jati yang sudah disimpan enam tahun itu dibawa ke rumah
tukang kayu untuk dibuat semacam lencak (tempat duduk seperti tempat
kasur).
Saat kayu-kayu akan diangkut pikap itulah, petugas Perhutani memergoki dan menyangka kayu jati tersebut merupakan kayu curian.
Atas laporan Perhutani, Asyani ditangkap
dan ditahan sejak 15 Desember 2014. Tak hanya Asyani, orang yang saat
itu bersamanya juga diringkus. Mereka adalah Ruslan, menantu Asyani;
Sucipto, tukang kayu; dan Abdus Salam, sopir pikap.
"Saya mengambil kayu jati di lahan
sendiri. Sekarang lahan itu sudah saya jual. Penebangnya suami saya yang
sekarang sudah meninggal. Jadi, saya tidak mencuri, saksinya orang
sekampung,” ungkap Asyani dengan bahasa Madura karena tidak bisa
berbahasa Indonesia. Selama menjalani sidang, Asyani terlihat
pasrah menerima nasibnya.
Menimpali perkataan kliennya, Supriyono
juga menunjukkan fotokopi warna bukti kepemilikan lahan Asyani enam
tahun lalu. Termasuk, bukti foto bekas potongan kayu jati di lahan milik
Asyani.
’’Kades juga membenarkan bahwa lahan itu
adalah milik hak warisnya, yaitu Asyani. Tetapi, kenapa kasusnya justru
tetap jalan, ada apa dengan semua ini?” gugat Supriyono. Jaksa penuntut
umum (JPU) Ida Haryani mengajukan dakwaan berbeda kepada masing-masing
terdakwa.
Dakwaan itu disesuaikan dengan peran
masing-masing. Yang jelas, empat terdakwa dijerat dengan pasal 12 huruf D
juncto pasal 83 ayat 1 huruf A Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukumannya
lima tahun penjara. Sayangnya, pihak Perhutani selaku pelapor awal
dalam kasus tersebut tidak menunjukkan batang hidungnya selama sidang
berlangsung.
Dalam sidang Senin (9/3), Asyani
menangis histeris. Dia seketika bersimpuh di hadapan majelis hakim.
Bahkan, Supriyono ikut menangis saat melihat terdakwa meminta ampun.
’’Pak Hakim, saya minta ampun. Saya tidak mencuri. Ibu (JPU) saya juga minta ampun,” kata sang nenek sambil menangis.
Melihat kejadian itu, hakim Kadek
menskors jalannya sidang. JPU dan kuasa hukum terdakwa langsung
menghampiri Asyani yang masih bersimpuh di lantai ruang sidang untuk
menenangkan. Sekitar 15 menit kemudian, hakim ketua mencabut skors dan
meneruskan sidang.
Ketika sidang lanjutan berjalan,
Supriyono mengungkap sejumlah dugaan rekayasa dalam penyidikan polisi.
Tak hanya itu, penyidikan untuk membuat berita acara pemeriksaan (BAP)
yang akan menjadi dasar surat dakwaan juga disebut ada rekayasa sehingga
melanggar hak asasi manusia (HAM).
’’Terdakwa disuruh mengakui perbuatan
yang tidak dilakukan. Terdakwa dikriminalisasi oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab,” ungkap Supriyono.
Bahkan, lanjut Supriyono, ada oknum
polisi yang meminta terdakwa tidak menggunakan kuasa hukum. ’’Ada oknum
polisi Jatibanteng dan petugas Perhutani yang menurut keterangan
terdakwa menyodorkan amplop cokelat berisi uang. Terdakwa diancam akan
dihukum berat jika tidak mengakui perbuatan yang tidak dilakukan,”
jelasnya.
Supriyono menutup eksepsi dengan meminta
majelis hakim untuk mengabulkan seluruh nota keberatan terdakwa Asyani.
’’Menyatakan surat dakwaan JPU batal demi hukum, bebas dari segala
tuntutan, dan meminta JPU melepaskan Asyani dari tahanan,” tegasnya.
Majelis hakim kemudian memberikan
kesempatan kepada JPU Ida untuk menyampaikan tanggapan atas eksepsi
tersebut pada sidang selanjutnya. ’’Sidang ini ditutup dan dilanjutkan
pada Kamis (12/3) dengan agenda sidang tanggapan JPU,” kata hakim Kadek
yang diikuti dengan tiga kali ketokan palu. (fin/rri/pri/c7/kim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar