Pewarta: Biqwanto
Jakarta (ANTARA News) - Pertamina sebaiknya menjadi holding perusahaan
minyak dan gas (migas) milik pemerintah, kata Ketua Koordinator Gas
Industri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Achmad Widjaya di Jakarta,
Minggu.
Dengan menjadi holding perusahaan migas, kta dia, selain bisa
menyegarkan industri migas Indonesia juga akan meningkatkan efisiensi,
menghapuskan tumpang-tindih kebijakan yang selama ini membingungkan
serta revitalisasi pengelolaan migas akan dapat dimulai secara
terencana.
"Saya sangat yakin, dengan menggabungkan industri migas dalam satu
payung holding di bawah Pertamina, maka efisiensi dan peningkatan
produksi crude oil yang terus-menerus akan akan dapat ditata kembali,"
katanya.
Pertamina, katanya, dengan pengalaman SDM-nya, layak untuk dijadikan
holding di dalam perusahaan migas. Semua perusahaan migas maupun
regulator seperti SKK Migas, sebaiknya dilebur dan masuk ke dalam BUMN
Pertamina.
Apalagi, katanya, dulu sebelum ada SKK Migas, Pertamina memiliki BPPKA (Badan Pengelola Pelaksana Kontraktor Asing).
"Sehingga, kalau nantinya Pertamina dijadikan holding, maka SKK
Migas bisa masuk ke dalam struktur tersebut, toh Pertamina pernah
menjalankannya," tambah Achmad Widjaya.
Achmad mengingatkan, masuknya SKK Migas ke dalam Pertamina akan menghindarkan pengelolaan migas yang tumpang-tindih.
Sehingga, katanya, lebih baik masuk ke dalam Pertamina, agar efisiensi migas dapat lebih terjamin.
"Sebenarnya bisa saja SKK Migas menjadi lembaga independen seperti
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), namun menjadi bagian Pertamina, itu lebih
baik lagi," ujarnya.
Indonesia, katanya, cukup memiliki satu holding BUMN migas.
Perusahaan migas lainnya seperti Perusahaan Gas Negara, dan juga
Pertagas, bisa masuk ke dalam Pertamina.
"Dengan begitu, Pertamina yang menjadi holding akan semakin kuat nantinya," kata Achmad.
Senada dengan Achmad Widjaya, pengamat Migas Marwan Batubara
mengatakan, produksi crude oil Indonesia yang saat ini terus mengalami
degradasi, membutuhkan efisiensi pengelolaan sumber daya alam yang tidak
terbarukan ini.
Apalagi, katanya, memasuki tahun 2020 mendatang, lifting minyak Indonesia hanya tinggal 500.000 barel per hari (bopd).
"Bayangkan, dengan jumlah produksi siap jual tinggal 500 ribu barel,
kita tidak lagi membutuhkan banyak pengelola migas. Cukup menjadikan
Pertamina selaku holding, lalu SKK Migas masuk ke dalam strukturnya,
maka efisiensi berjalan, fokus pengelolaan migas akan semakin baik,"
kata Marwan Batubara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar