"Cukup saja disebut kelompok teroris karena mereka itu memerangi muslim dan non-muslim dengan mendistorsi visi dan ajaran Islam," katanya menjawab pertanyaan ANTARA, di Jakarta, Rabu, sehubungan dengan marak pemakaian istilah itu oleh media dunia, termasuk Indonesia.
"Penamaan kelompok teroris yang beroperasi di Irak, Suriah maupun Libya itu dengan Islamic State in Iraq and Syria (Negara Islam di Irak dan Suriah) dan Islamic State (Negara Islam) itu justru hanya akan melanggengkan kesalahpahaman publik dunia tentang Islam," katanya.
Namun
justru kelompok milisi garis keras-teroris di Irak, Suriah, dan Libya
itu sendiri yang memberi label nama itu kepada organisasi mereka dalam
berbagai propagandanya.
Menurut Dessouki, kelompok teroris di Irak dan Suriah yang banyak membunuhi warga tak berdosa --baik umat Islam atau selain Islam-- tanpa perikemanusiaan itu musuh bersama seluruh kaum muslim, karena yang mereka lakukan itu sepenuhnya salah dan tak mewakili Islam.
Menurut Dessouki, kelompok teroris di Irak dan Suriah yang banyak membunuhi warga tak berdosa --baik umat Islam atau selain Islam-- tanpa perikemanusiaan itu musuh bersama seluruh kaum muslim, karena yang mereka lakukan itu sepenuhnya salah dan tak mewakili Islam.
Dalam menumpas kelompok teroris yang telah membunuh puluhan warga Kristen Koptik Mesir di Libya itu, dia mengatakan, pemerintahnya menerapkan dua pendekatan, yakni program deradikalisasi dan kekuatan militer.
"Pendekatan deradikalisasi yang melibatkan akademisi Universitas Al Azhar Mesir itu diambil karena kelompok teroris itu mendistorsi visi dan ajaran Islam yang penuh damai dengan menggunakan beberapa ayat Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW," katanya.
"Langkah korektif yang melibatkan Universitas Al Azhar itu diambil untuk meluruskan pemikiran orang-orang yang tidak memahami Islam; sedangkan aksi militer Angkatan Bersenjata Mesir diambil untuk melemahkan mereka," katanya.
Diplomat yang sudah dua tahun bertugas di Indonesia ini mengatakan sebanyak 75 warga Mesir bergabung dengan kelompok teroris yang beroperasi di Irak, Suriah dan Libya ini.
Sejumlah warga negara asing, termasuk Indonesia dan Malaysia, juga ikut bergabung dengan kelompok teroris pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar