Jpnn
JAKARTA - Tergerusnya
harga minyak global tidak akan berimbas pada turunnya harga jual BBM.
Alasannya, PT Pertamina rugi dan nilai tukar rupiah masih lemah.
Pemerintah pun menetapkan harga premium dan solar subsidi per September
tidak berubah.
Direktur Pembinaan Program Migas Ditjen
Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono Adi
menjelaskan, penghitungan atas perkembangan situasi sepanjang Agustus
telah dilakukan. Hasilnya, harga keekonomian premium sebesar Rp 7.700
per liter dan solar Rp 5.850 per liter.
Harga itu belum termasuk subsidi negara
Rp 1.000 per liter solar. ''Kami tetapkan harga jual per liter premium
Rp 7.300 dan solar Rp 6.900,'' ujarnya dalam diskusi di gedung Dewan
Pers, Jakarta, kemarin (6/9).
Dengan penetapan harga tersebut, menurut
dia, masih ada defisit Rp 400 per liter dari premium. Sebaliknya,
terdapat surplus Rp 1.050 per liter dari solar bersubsidi. Pada Agustus
kemarin, harga jual solar juga mengalami surplus Rp 250 per liter.
Sepanjang satu bulan itu, total terdapat surplus Rp 310 miliar. Namun,
secara year to date sejak awal 2015 sampai Agustus, penjualan solar
bersubsidi masih mengalami defisit alias rugi Rp 119,5 miliar.
Sementara itu, kerugian dari penjualan
premium lebih tinggi lagi. Mencapai Rp 13 triliun. Total, sejak awal
tahun ini sampai Agustus, penjualan premium dan solar rugi Rp 13,17
triliun.
Agus menyatakan, kerugian yang menjadi
beban PT Pertamina tersebut tidak boleh ditutupi dengan uang yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pertamina
sebagai BUMN harus berjuang sendiri menutupi kerugian, baik dengan aksi
korporasi maupun kebijakan harga (pricing policy).
Di tempat sama, Direktur Eksekutif
Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menilai pemerintah
sebaiknya lebih sensitif terhadap situasi perekonomian dan harapan
masyarakat. Diharapkan, ada pricing policy berupa penurunan harga jual
BBM untuk mengurangi beban masyarakat.
''Konsumsi gas industri turun, solar
industri juga turun, begitu juga listrik. Artinya, kegiatan ekonomi
berkurang,'' terangnya. ''Mumpung harga minyak dunia turun, coba
membantu mengurangi beban itu supaya daya beli kembali meningkat,''
lanjut dia.
Syaratnya, bila harga premium dan solar
diturunkan, intervensi pemerintah harus berlanjut sampai di lapangan
agar imbasnya benar-benar signifikan.
''Ongkos transportasi harus turun. Biaya
lain juga ikut turun sehingga daya beli meningkat dan perekonomian kita
bergerak cepat lagi,'' tutur Marwan. (gen/c14/tia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar