Mei Amelia R - detikNews
Jakarta - Keberadaan transportasi ojek berbasis aplikasi yang
disediakan Go-Jek terganjal peraturan perundang-undangan. Bicara aspek
hukum, polisi sendiri, tidak bisa serta-merta menindak Go-Jek yang belum
memiliki payung hukum ini tanpa melihat sisi positifnya.
"Hukum
itu apa yang ada di buku diterjemahkan oleh polisi di lapangan dengan
diskresinya. Nah kalau seandainya masyarakat membutuhkan tukang Go-Jek
ini, tentu kita harus mempertimbangkan juga," kata Kapolda Metro Jaya
Irjen Pol Tito Karnavian dalam diskusi soal Go-Jek di Mapolda Metro
Jaya, Jakarta, Rabu (2/9/2015).
"Oleh karena itu, kami berpikir
untuk meminta legislator dan Pemda membuat semacam survei terlebih
dahulu. Sehingga ada satu kebulatan masyarakat mau ke mana persoalan
Go-Jek ini," tambahnya.
Menurut Tito, pengejawantahan hukum harus
melihat 4 faktor sosiologi hukum. Faktor pertama yakni hukum sesuai
aspirasi masyarakat, kedua faktor penegak hukum yang profesional, ketiga
ada sarana dan prasarana pendukung hukum dan keempat masyarakat yang
mendukung hukum itu sendiri.
"Nah faktor yang keempat ini
seringkali jadi faktor sosial. Kalau kita lihat faktor pertama, ojek
melanggar dari aturan pertama hingga akhir yakni Perda. Tapi ini baru
melanggar aspek pertama," lanjutnya.
Sedangkan keberadaan Go-Jek
yang menimbulkan pro-kontra di masyarakat, perlu juga untuk
dipertimbangkan. Di tengah pendapat masyarakat yang pro-kontra ini,
polisi tentu harus mencari jalan tengahnya.
"Masalahnya ini pro-kontra. Kalau masayarakatnya kontra semua, kita tidak akan ragu-ragu," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar