Jpnn
JAKARTA - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bakal memantau ketat Pilkada
Serentak 2015 yang hari pencoblosannya berlangsung 9 Desember mendatang.
Lembaga antirasuah itu bahkan siap mengambil tindakan tegas bila ada
kegiatan yang berbau tindak pidana korupsi.
"KPK akan OTT (operasi tangkap tangan)
kalau ada transaksi yang masuk kategori melanggar Undang-Undang Tipikor
(Tindak Pidana Korupsi)," tegas Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja saat
peluncuran program Pilkada Berintegritas 2015 di ruang auditorium KPK,
Jakarta, kemarin (31/8).
Menurut Adnan, pilkada serentak punya
peran penting bagi masa depan suatu daerah. Karena itu, KPK tak ingin
pesta demokrasi tersebut ternodai politik uang. "Kami siaga (dalam
memantau pilkada serentak, Red). Namun, itu juga bergantung informasi
masyarakat," tuturnya.
Adnan mengakui, selama ini KPK memang
belum pernah melaksanakan OTT terkait penyelenggaraan pilkada. Namun,
hal itu tidak berarti lembaga ad hoc tersebut tak melakukan sesuatu pada
penyelenggaraan pilkada serentak di beberapa daerah di Indonesia. Dari
data KPU, Pilkada Serentak 2015 berlangsung di 269 daerah dengan
perincian pemilihan gubernur sebanyak 9 daerah dan 260 pemilihan
bupati/wali kota.
Menurut Adnan, melalui program Pilkada
Berintegritas 2015, dengan menggandeng Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), KPK akan melakukan sosialisasi
bagaimana membangun pilkada yang baik.
"Kami akan turun ke daerah karena jumlah
terlalu banyak. Kami mengingatkan, kami akan menangkap pihak-pihak yang
memang melakukan transaksi dalam rangka pilkada ini," tambahnya.
Setelah peluncuran program kemarin, KPK
akan mengadakan serangkaian kegiatan sosialisasi di sembilan provinsi,
yaitu Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Riau, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan
Sulawesi Tengah. Dua kota/kabupaten yang akan didatangi KPK terkait
pilkada serentak adalah Kota Surabaya dan Kabupaten Bandung.
Di daerah-daerah tersebut KPK akan
berkoordinasi dengan KPU daerah, Bawaslu atau panwaslu setempat, serta
para tokoh dan organisasi masyarakat di daerah. "Kami ajak mereka
bersama-sama menjaga pilkada," kata Adnan.
Tidak ada alasan khusus mengapa
daerah-daerah tersebut dipilih. Namun, jika melihat data KPK, beberapa
daerah itu termasuk yang tertinggi dalam hal terjadinya tindak pidana
korupsi atau laporan dugaan korupsi. Di Provinsi Kepulauan Riau,
misalnya, dalam kurun waktu sebelas tahun terakhir, ada 31 kasus
korupsi. Begitu juga Provinsi Lampung. Dalam kurun waktu yang sama, ada
28 kasus korupsi.
Upaya pencegahan yang dilakukan KPK
lainnya adalah membuka portal pelaporan laporan harta kekayaan pejabat
negara (LHKPN) bagi calon kepala daerah. Nama bakal calon yang telah
menyerahkan LHKPN itu pun sudah disampaikan lewat laman KPK.
"Ini semua bagian dari pencegahan. Kalau sudah dicegah tetap terjadi sesuatu, jangan salahkan kami untuk menindak," tegasnya.
Kerja sama dengan Bawaslu akan
dimanfaatkan KPK untuk menjaring pengaduan-pengaduan dari masyarakat.
Jika dari laporan itu memang ada indikasi korupsi yang dilakukan
penyelenggara negara, KPK bisa mengambil langkah. Namun, jika
pelanggaran pemilu itu tak memenuhi unsur korupsi, penanganannya
sepenuhnya diserahkan pada Bawaslu.
Menurut Adnan, pelaksanaan pilkada yang
tak berintegritas bakal melahirkan calon-calon yang bermasalah di
kemudian hari. Berdasar data KPK dari 2004 hingga 2015, tercatat sudah
ada 64 kasus korupsi yang menjerat kepala daerah. Baik itu terjadi di
tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota.
Korupsi tersebut dilakukan dengan berbagai
macam modus. Ada yang terjerat gratifikasi, suap, maupun korupsi
pengadaan. Yang paling sporadis mungkin kejadian 2013: sejumlah kepala
daerah terjerat kasus penyuapan di Mahkamah Konstitusi.
Program Pilkada Berintegritas yang digagas
KPK menyentuh seluruh elemen, baik penyelenggara, pengawas, maupun
pemilih. Kegiatan tersebut terdiri atas lima program. Yaitu, pembentukan
calon kepala daerah berintegritas, pembentukan penyelenggara pilkada
berintegritas, deklarasi pilkada berintegritas, sosialisasi publik
pilkada berintegritas, serta sosialisasi partai politik berintegritas.
Berdasar data KPK, saat ini ada 61 kasus
korupsi yang menjerat sejumlah kepala daerah, baik di tingkat provinsi
maupun kabupaten/kota. "Karena itu, masyarakat harus memilih dengan
integritas agar calon terpilih juga orang yang berintegritas," kata
Adnan. (gun/aph/c9/kim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar