Pewarta: Ida Nurcahyani
Jakarta (ANTARA News) - Ketua MUI Bidang Kerukunan Umat Beragama
sekaligus Ketua Umum Pengurus Besar Ormas Islam Al Washliyah Dr KH
Yusnar Yusuf mengkritisi perbankan syariah yang melakukan promosi
besar-besaran untuk mengajak umat Islam berhutang untuk pangsa pasar
haji dan umrah.
Menurut dia, karena keterbatasan finansial, bank syariah seolah
hadir sebagai pahlawan dan mengabaikan bahwa haji dan umrah dilakukan
bagi umat Islam yang sanggup, termasuk finansial.
"Islam tidak
menganjurkan untuk berhutang kecuali dalam keadaan terpaksa. Berbalik
180 derajat, kini malah perbankan syariah yang didasari pembentukannya
dengan syariah Islam malah melakukan promosi besar-besaran untuk
mengajak umat Islam berutang," kata Yusnar dalam siaran pers yang
diterima ANTARA News di Jakarta pada Sabtu (27/2).
Ruh perbankan syariah dilandasi dengan terbitnya UU 21/2008 tentang
Perbankan Syariah dinilai menjadi pemicu tinggginya daftar tunggu umrah
dan haji.
"Tak heran jika daftar tunggu haji semakin panjang
akibat pembiayaan utang ini, rata-rata 19 tahun. Diperkirakan,
pertumbuhan daftar tunggu itu akan terus meningkat," kata dia.
Utang, menurut Yusnar bisa menjadi penyebab perceraian. Dari dua juta
pasangan yang diteliti Kementerian Agama, 74.599 di antaranya memutuskan
untuk bercerai karena himpitan ekonomi. Selain itu kemungkinan puluhan
ribu jemaah umrah tertipu dan terlantar akibat umrah biaya murah
ditenggarai adanya peran utang.
"Perbankan syariah lebih banyak mengandalkan produk pembiayaan. Parahnya
pembiayaan banyak untuk umrah dan haji. Ini tidak benar dan menjadi
bank yang tidak mandiri. Market share hanya kisaran 4,5 persen. Apalagi
dana setoran haji disetor disana. Bisa saja mereka manfaatkan buat
memutar dana tersebut ke sektor pembiayaan umrah dan haji," kata Yusnar.
Jika bank syariah mempromosikan utang maka menurut Yusnar tak ada bedanya dengan bank konvesional.
"Nabi
tidak pernah menganjurkan umatnya untuk berutang, kecuali dalam keadaan
terpaksa. Sama ketika Nabi Saw berhutang pada wanita Yahudi untuk
memperoleh makanan, Nabi memberikan baju perangnya sebagai jaminan bahwa
beliau akan membayarnya, ingat itu," tegas Yusnar.
Jika keadaan tersebut terus berlangsung, Yusnar mengancam akan membuat
surat resmi kepada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk
meninjau kembali soal tersebut.
"Jika tidak ada juga reaksi maka kami akan mengajukan naskah akademik
kepada DPR RI untuk merivisi UU 21/2008. Naskah akademik revisi UU
21/2008 itu sedang kami proses. Jangan manfaatkan ibadah untuk
keuntungan apalagi mengajarkan umat Islam untuk berutang soal ibadah,
ini akan menjadi budaya buruk nantinya ke depan," tegas Yusnar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar