JAKARTA - Panitera
Mahkamah Agung (MA) Soroso Ono menjalani pemeriksaan di Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (24/2). Ia menjadi saksi dalam kasus
suap penundaan salinan kasasi yang menyeret Kasubdit Kasasi dan
Peninjauan Kembali Pranata Perdata MA, Andri Tristianto Sutrisna.
Suroso usai menjalani pemeriksaan
menyatakan bahwa salinan putusan kasasi sesuai prosedur operasi standar
tidak bisa ditunda penerbitannya. Karenanya ia menyindir pengusaha
Ichsan Suaidi yang merogoh kocek Rp 400 juta untuk menyuap Andri demi
menunda salinan kasasi.
"Itu spekulasi. Yang bodoh yang ngasih duit," ujarnya.
Menurut dia, salinan kasasi biasanya
baru dikirim tiga bulan setelah putusan. Dia menegaskan, tidak mungkin
suatu salinan kasasi ditunda karena sudah ada SOP. "Apa ingin dipecat
panitera mudanya (kalau menunda)?" ujarnya.
Lebih lanjut Suroso menegaskan, ulah
Andri itu luar struktur dan manajemen perkara di MA. Karenanya, kata
dia, perbuatan Andri telah mencemari MA.
Suroso menegaskan, selama lima tahun
dirinya menjadi panitera, baru sekali ada kasus seperti itu. Karenanya
ia juga tak bisa memastikan apakah Andri bermain sendirian atau punya
jaringan di dalam MA.
"Tidak tahu, itu di luar teknis soalnya. Kalau orang teknis pasti tidak mau," katanya.
Seperti diketahui, Andri dibekuk dalam
operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Gading Serpong, Kota Tangerang
Selatan (Tangsel) Banten, Jumat (12/2) lalu. Dia disangka menerima
sogokan dari Ichsan Suaidi, dan Awang Lazuari.
Barang bukti yang diamankan adalah uang
Rp 400 juta. Diduga, suap itu agar Andri menahan penerbitan salinan
putusan MA terkait perkara yang menyeret Ichsan sebagai terdakwa dugaan
korupsi di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sedangkan Awang
merupakan pengacara bagi Ichsan.
Perkara yang menyeret Ichsan sudah
diputus MA pada 9 September 2015. Majelis hakim agung yang dipimpin
Artidjo Alkostar menghukum Ichsan dengan hukuman 5 tahun penjara. Tapi
karena belum terbitnya salinan putusan dari MK, maka Ichsan pun belum
bisa dieksekusi.
Di MA, , urusan kasasi di ranah pidana
ataupun perdata sama-sama di bawah Direktorat Jenderal Badan Peradilan
Umum (Badilum). Dirjen Badilum membawahi Direktorat Pranata dan Tata
Laksana Perkara Pidana serta Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara
Perdata. Di sinilah muncul dugaan keterlibatan pejabat di Dit Pranata
dan Tata Laksana Pidana.
Andri sendiri memiliki tugas salah
satunya mengkoordinir panitera hakim-hakim yang menangani satu perkara.
Dia mengkoordinir penyerahan putusan dari masing-masing hakim. Putusan
dikumpulkan, lalu diminutasi dan diketik ulang. Setelah itu putusan
diserahkan kembali ke para hakim untuk dibaca ulang. (boy/jpnn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar