Pewarta: Sigit Pinardi
Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai
kehadiran pemimpin tertinggi atau Grand Syaikh al-Azhar Mesir, Prof Dr
Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb beserta Majelis Hukama
al-Muslimin diyakini memberikan kontribusi positif bagi masyarakat
Indonesia.
"Al-Azhar bagi para kiai Nahdlatul Ulama sangat penting sebagai
penyanggah pola berislam yang moderat dan toleran, di samping juga para
ulama di Mekkah dan Madinah yang masih berhaluan Alussunnah wal Jamaah,"
kata Ketua PBNU Sulton Fatoni di Jakarta, Senin.
Menurut Sulton, hubungan para kiai NU dengan ulama Al-Azhar telah
memasuki 100 tahun, tepatnya sejak awal abad 20, diawali oleh Syaikh
Ghanaim al-Mishri pada tahun 1926 yang ikut memperjuangkan Islam moderat
di Indonesia.
"Relasi ini terbukti positif bagi masyarakat Islam kedua negara
sebagai bagian dari Muslim dunia yang mengusung kehidupan yang harmoni
dan damai. Semoga hubungan positif ini berlanjut hingga waktu-waktu yang
akan datang," kata Sulton.
Sulton menambahkan, beberapa bulan mendatang PBNU akan
menyelenggarakan Konferensi Internasional Pemimpin Islam Moderat di
Jakarta. Kehadiran delegasi dari Al-Azhar Mesir dinilai sangat penting
untuk memperkuat upaya membangun peradaban islami yang menjunjung tinggi
kehidupan yang harmoni dan damai.
"Kami akan mengundang simpul-simpul pemimpin Islam yang concern
membangun peradaban, bukan menghancurkan peradaban, dan kehadiran
delegasi Al-Azhar sangat penting," kata Sulton.
Grand Syekh al-Azhar Ahmad at-Thayyib bersama rombongan tiba di
Jakarta, Minggu (21/2) malam dan diterima Presiden Joko Widodo (Jokowi)
di Istana Merdeka Jakarta, Senin.
Dalam kunjungan bersejarahnya ke Tanah Air selama kurang lebih enam
hari ini, sosok yang pernah menjabat rektor Universitas Al-Azhar dari
2003-2010 tersebut didampingi oleh delegasi khusus Al-Azhar yang terdiri
dari Prof Mahmud Hamdi Zaqzuq, mantan menteri wakaf Mesir, Anggota
Dewan Penasihat Al-Azhar Syekh Muhammad Abd as-Salam, Dekan Fakultas
Ushuluddin Al-Azhar Prof Abd al-Fattah al-Awari, dan Sekjen Majelis
Hukama al-Muslimin Prof Dr Ali an-Nuami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar