VIVA.co.id - Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani menilai saat ini banyak masyarakat "kaya mendadak" yang justru bingung menjual properti setelah sebelumnya membeli dengan jumlah yang banyak.
Masyarakat yang kaya 'dadakan' tersebut memilki dana yang berlimpah
saat harga komoditas yang terus meningkat pada rentang 2010 hingga
2013. Sehingga, mereka berbondong-bondong untuk berinvestasi membeli
properti.
"Orang kaya dadakan itu ada seperti di wilayah Kalimantan,
Sulawesi. Waktu itu dia beli secara tunai yang tidak seusai dengan
kebutuhannya, artinya dia beli apartemen borong, dia beli satu lantai,"
kata Aviliani dalam diskusi Property & Mortgage Summit 2016, di Ritz
Carlton Kuningan, Jakarta, Jumat, 19 Februari 2016.
Pada saat ini, justru mereka kebingungan dalam menjual kembali
properti yang dibeli pada waktu itu. Kini, masyarakat tersebut justru
kewalahan mengeluarkan biaya bulanan untuk perawatan properti yang
dimilikinya.
"Sekarang, karena tidak mampu bayar bulanan jadi akhirnya over suplai, Karena dia butuh, dia juga nggak mau harganya turun dong kalau dijual, karena yang punya tidak mau jual murah, yang beli juga tidak mau beli mahal," kata dia.
Oleh karena itu, perlu ada lembaga yang bisa menentukan indeks harga agar tidak terjadi kondisi "bubble"
seperti itu. Menurut Aviliani, kebutuhan tidak hanya sandang dan
pangan, tapi papan atau tempat tinggal merupakan sesuatu yang perlu
diatur oleh pemerintah.
"Kalau lembaga pengatur, saya sedang mencari, siapa yang bisa
menentukan indeks harga, jadi ini masih ada waktu sebelum ada lagi
kejadian seperti ini, paling tidak harus ada yang mengatur indeks harga,
terserah mau dari mana," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar