Adi Lazuardi - detikNews
Jakarta - Konflik meletus antara TNI dan warga di Kebumen, Jawa Tengah akhir pekan lalu. Konflik diduga karena 3 alasan. Pemerintah diminta untuk segera melakukan introspeksi.
3 faktor yang melandasi bentrok itu yakni, proyek pembangunan Jalan Lintas Selatan-Selatan (JLSS), Kebijakan Perda Tata Ruang dan Wilayah, dan Kebijakan Eksploitasi Tambang Pasir Besi.
Hasil itu berdasarkan Verifikasi dilakukan pada 19-24 April 2011 oleh tim dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Institut Studi untuk Penguatan Masyarakat (INDIPT) Kebumen, dan Generasi Muda NU Kebumen. Hasil ini disampaikan pada jumpa pers di kantor ELSAM, Jl Siaga II, Pejaten, Jakarta Selatan, Selasa (26/4/2011).
Direktur Eksekutif Elsam Indriaswati D Saptaningrum menjelaskan proyek pembangunan JLSS adalah kebijakan nasional yang harus membebaskan lahan sepanjang 55,87 km. Kebijakan dianggap telah menyebabkan para petani kehilangan aset tanahnya.
Para petani yang merasa dirugikan ini kemudian membentuk organisasi bernama Forum Paguyuban Petani Kebumen Selatan (FPPKS) yang melakukan kegiatan pembelaan terhadap hak-hak petani.
Dalam proyek JLSS ini, TNI diduga mendapatkan uang dengan alasan ganti rugi tanah dari tanah yang diklaim sebagai kawasan militer secara sembunyi-sembunyi. Pihak TNI pernah mengklaim bahwa luas lahan yang masuk kawasan militer sebesar 317,48 ha.
"Luas ini tidak sesuai dengan Surat Bupati Kebumen No. 590/6774 yang menyatakan bahwa luas lahan latihan TNI 500 meter ke utara dari batas air laut," imbuh Indriaswati.
Selain itu, TNI AD juga memanfaatkan kebijakan tata ruang dan wilayah yang dirumuskan oleh pihak pemerintah Kebumen untuk memperkuat klaimnya atas peruntukan kawasan Urut Sewu sebagai kawasan latihan militer.
TNI juga pernah meminta perluasan wilayahnya menjadi 1.000 meter dari bibir pantai. Pemerintah daerah pun mengiyakan keinginan TNI ini. Akibatnya semakin banyak lahan petani yang terancam hilang.
"Warga pun beberapa kali melakukan aksi dan audiensi tapi belum mendapatkan jawaban yang memuaskan," imbuh Indriaswati.
Lalu, yang membuat kawasan Urut Sewu semakin memanas adalah ketika Pemerintah Kebumen memberikan izin kepada PT Mitra Niagatama Cemerlang untuk mengeksploitasi pasir besi di Urut Sewu. Ditengarai akibatnya turunnya izin ini, 5 desa terancam kehilangan tanah pertanian.
Nah, karena adanya izin eksploitasi pasir besi itu, para petani dari Kecamatan Mirit, Ambal dan Bulus Pesantren mengadakan demonstrasi besar pada 23 Maret 2011. Situasi di Urut Sewu kemudian makin memanas setelah adanya demonstrasi ini.
"Akibat dari konflik ini, 13 orang menjadi korban dan harus menjalani perawatan dan pemulihan. Dari 13 korban itu, empat warga mengalami luka tembak, lima mengalami luka tusuk dan empat lainnya mengalami pemukulan," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar