BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 26 Mei 2011

Pembobol Bank Dibina Sindikat

INILAH.COM, Jakarta - Ketua Perbanas Sigit Pramono menilai oknum bank yang melakukan fraud sudah dibina oleh sindikat pembobol perbankan sebelumnya.

"Sekitar 60% kejahatan perbankan dilakukan oleh orang dalam sendiri, dan mereka sudah dibina sebelumnya oleh sindikat pembobol perbankan. Misalkan, ketika bermain golf atau bertemu di luar jam kerja," ujar Sigit dalam seminar bertajuk 'Pembobolan Dana Nasabah Bank dan Celah Kejahatan Priority Banking', di Jakarta, Kamis (26/5).

Dia berharap manajemen bank agar lebih menerapkan prisip 'know your employee' guna menekan pelaku fraud yang berasal dari orang dalam perbankan. "Amati perubahan perilakunya, kalau memang ada perubahan perilaku yang drastis maka perlu dicari lebih jauh apa penyebabnya," tambahnya.

Selain itu, manajemen bank juga harus lebih memperhatikan hubungan antara petugas bank dengan nasabahnya. Menurutnya, hubungan yang terlalu berlebihan dengan nasabah akan membuka jalan bagi petugas bank untuk melakukan fraud. "Informasikan kepada nasabah agar jangan terlalu mudah menandatangani dokumen yang sifatnya personal, sehingga petugas bank tidak tergiur untuk melakukan fraud," tuturnya.

Selain itu juga, dia berharap agar manajemen bank melibatkan asosiasi profesi untuk meningkatkan integritas dan etika pegawainya sebagai bankir. "Misalnya IBI dilibatkan, karena yang memiliki track record lengkap tentang bankir kan asosiasi seperti itu, mereka yang memberikan sertifikasi," tukasnya.

Senada dengan hal tersebut, Chief Economic Indonesia Intelegence, Sunarsip, menuturkan fraud di industri perbankan terjadi atas tiga hal, di antaranya opportunity, motivation, rationalization. "Opportunity ini terjadi karena adanya kelemahan pengendalian internal, kelemahan audit, over trust dari atasan, dan adanya ajakan kolusi dari sindikat terhadap oknum bank," ujarnya.

Sementara mengenai motivation, menurutnya, tekanan motivasi untuk melakukan fraud bisa terjadi karena adanya keterkaitan emosional oknum bank terhadap instansinya bekerja. "Misalnya ada rasa iri, cemburu, ingin balas dendam, dan gengsi," tuturnya.

Mengenai faktor rationalization, menurutnya, bisa timbul dari sikap oknum tersebut, yaitu dengan meminjam aset yang dimiliki bank untuk kemudian dialihkan ke tempat lain. "Yang terpenting adalah peran internal kontrolnya, seharusnya jadi bagian penegakan disiplin tapi malah terlibat dalam oknum pembobol tersebut," tambahnya.

Dia juga menjelaskan, untuk menghindari fraud ada empat piplar yang harus dijaga oleh perbankan. "Bisnis unit, risk management compliance, internal audit control, dan eksternal audit control, empat pilar ini yang harus dijaga oleh industri perbankan untuk hindari fraud," tuturnya.

"Yang paling tahu fraud tentu pelaku, internal audit, BI sebagai pengawas, dan akuntan publik. Tapi jangan terlalu mengandalkan BI ataupun akuntan publik. BI itu tidak punya wewenang investigasi apa pun sebelum terlihat ada indikasi pelanggaran, sedangkan internal audit tidak bisa diharapkan menemukan fraud karena tidak ada signing untuk lakukan investigasi ke dalam," tukasnya. [cms]

Tidak ada komentar: