Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Negara RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan kerja sama investigasi terkait kasus bentrok antara massa pengunjuk rasa dengan aparat kepolisian di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada hari Sabtu (24/12).
"Hasil temuan kami beserta rekomendasinya telah disampaikan kepada Kapolri terkait yang terjadi di pelabuhan Sape, bentuk pelanggaran HAM yang terjadi seperti apa dan kami rekomendasikan untuk diambil penyelidikan," kata Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim seusai melakukan pertemuan dengan Kapolri di Mabes Polri di Jakarta, Jumat.
Hal termasuk yang kita klarifikasi termasuk temuan korban dari Komnas HAM dan kepolisian.
"Kepolisian menegaskan untuk korban yang tertembak di luar pelabuhan, kami temukan juga di tempat lain. Kami akan klarifikasi lagi dan akan dilakukan `joint investigation` sehingga dapat kejelasan," kata Ifdhal.
Korban yang meninggal atas insiden tersebut menurut versi polisi bernama Arief Rachman usia 18 tahun dan Syaiful usia 17 tahun, sedangkan Komnas HAM menyatakan tiga korban yang tewas.
Sementara itu, Kapolri, Jenderal Pol Timur Pradopo menyatakan hasil investigasi yang disampaikan Komnas HAM ada beberapa yang sama dan ada yang berlainan.
"Tadi sudah Ketua Komnas HAM sampaikan, ada yang sama, ada beberapa yang berlainan, contoh korban yang meninggal ada dua di TKP, kemudian ada lagi yang meninggal, dimana kejadian hari Sabtu sore atau Minggu masih harus dijelaskan meninggalnya kapan dan karena apa dan saksi kita periksa," kata Timur.
Hal inilah yang disarankan Komnas HAM untuk melakukan kerja sama investigasi dengan Polri supaya nanti sama masalahnya apa serta bagaimana tindak lanjutnya, kata Kapolri.
"Intinya begini Polri akan menindaklanjuti temuan Komnas HAM, sehingga apa yang menjadi permasalahan di sana, seperti temuan yang meninggal, apa karena aparat atau lainnya itu bisa `clear`. Bukan sampai di situ juga akan diproses sampai pengadilan," kata Timur.
Polisi melakukan tindakan pengamanan pada hari itu jam 08.00 WITA dilakukan tindakan penegakan hukum terhadap massa yang bertahan di jembatan penyeberangan feri Sape dipimpin Kapolda NTB kemudian dilakukan penangkapan terhadap provokator dan masyarakat yang masih bertahan diangkut keseluruhan ke Polres Bima.
Massa juga membakar Mapolsek Lambu dan beberapa kantor pemerintah lainnya dan saat ini lagi pendataan.
Kegiatan penegakan hukum terhadap massa yang menduduki dan melarang aktivitas di penyeberangan feri Sape. Adanya kegiatan unjuk rasa massa berupa menduduki dan melarang aktivitas di penyeberangan feri Sape sejak tanggal 19 Desember 2011 oleh massa yang menamakan kelompok Front Rakyat Anti Tambang.
Dalam rangka pelaksanaan Operasi Lilin 2011 dan juga terganggunya aktivitas masyarakat sebagai akibat dari penyeberangan tidak bisa digunakan, sehingga terjadi keresahan masyarakat. kemudian dilakukan tindakan penegakan hukum untuk pembebasan jembatan penyeberangan feri dari pendudukan massa.
Tuntutan massa agar SK bupati Bima Nomor 188 tahun 2010 yang memberikan izin pertambangan kepada PT Sumber Mineral Nusantara dicabut dan meminta agar tersangka atas nama AS yang sudah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) supaya dilepaskan.
Tersangka AS diduga terkait provokator pembakaran kantor Camat Lambu pada tanggal 10 Maret 2011 yang melibatkan perempuan dan anak-anak dijadikan tameng oleh massa di penyeberangan feri.
(T.S035/N005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar