BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 08 Oktober 2015

Ini Penjelasan Kemenristek-Dikti terkait 243 Perguruan Tinggi Dinonaktifkan

JAKARTA - Heboh terkait kabar 243 perguruan tinggi (PT) yang di nonaktifkan, mendapat tanggapan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti).
Ditegaskan bahwa data yang sudah beredar luas di masyarakat tersebut dilansir oleh salah satu badan pemerhati pendidikan.
Dirjen Kelembagaan Iptek Dikti, Kemristek dan Dikti, Patdono Suwitnjo mengatakan, dampak keterbukaan informasi seluruh data terkait PT di Kemenristek-Dikti dapat diakses secara luas oleh masyarakat.
"Data 243 PT dinon-aktif secara tegas bukan dikeluarkan oleh Kemenristek, itu hanya masyarakat yang peduli dengan pendidikan,” kata Patdono Suwitnjo di kantor Kemenristekdikti di Jakarta, kemarin (6/10).
Dari informasi tersebut berkembang isu yang tidak sedap terutama mereka (PT, Red) yang masuk dalam data tersebut. Untuk itu, menurutnya Kemenristek-Dikti berusaha meluruskan informasi yang sudah berkembang di masyarakat. "Tidak benar PT dinon aktif dicabut izinnya dan di cap kampus abal-abal,” ungkapnya.
PT dinonaktifkan, menurut Patdono adalah PT yang memperoleh sanksi berupa penundaan atau tidak memperoleh pelayanan berupa: pengusulan akreditasi ban PT, penambahan prodi baru, mengajukan sertifikasi dosen, bila sebagai calon penerima hibah dari Kemristekdikti maka pengajuan tidak diproses dan pemberhentian beasiswa bagi mahasiswanya.
Pelanggaran yang menyebabkan PT dijatuhkan sanksi non-aktif, dikatakan Patdono karena tidak melaporkan kegiatan belajar mengajar selama 4 semester berturut-turut, nisbah dosen mahasiswa tidak mencukupi, menjalankan pendidikan diluar kampus, terjadi konflik, yayasan tidak aktif, pindah kampus tanpa melapor dan menganti yayasan tanpa melaporkan.
"Pada  pelanggaran disebabkan karena PT tidak memiliki sistem atau staf untuk melaporkan dan faktor kesengajaan dengan tujuan dapat mewisuda mahasiswa lebih banyak data dari mahasiswa yang ada,” katanya.
Pada pelanggaran nisbah, menurut Patdono menduduki peringkat tertinggi. Oleh karenanya pihak Kemenristekdikti akan melakukan evaluasi untuk memenuhi jumlah dosen yang dibutuhkan.
Ia juga mengungkapkan, pelanggaran pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2015 secara bertahap PT dapat dikenakan lima sanksi administratif berupa: peringatan tertulis, penghentian bantuan pendidikan, penghentian kegiatan PT, penghentian pembinaan, cabut izin dan pidana.
"PT yang kena sanksi pencabutan izin maka wajib mengalihkan mahasiswanya ke PT terdekat dan kami membantu pengalihan ini,” terangnya. (nas)

Tidak ada komentar: