BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 16 Oktober 2015

Kalah Praperadilan, Tersangka Langsung Ditangkap Polisi

Harian Rakyat Merdeka
RMOL. Kepala Subdit II Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Komisaris Besar Djoko Purwanto menerangkan, ter­sangka ditahan karena selama ini tidak kooperatif. "Dia sudah berkali-kali mangkir dari pang­gilan penyidik," sebutnya.

Budiantoro pun dijemput pak­sa saat berada kediamanannya di Cipinang Muara, Jakarta Timur, Selasa siang. Penangkapan ini untuk keperluan pemeriksaan sebagai tersangka.

"Dia langsung kami bawa ke Bareskrim," katanya.

Sebelum memutuskan melaku­kan penahanan, penyidik terlebih dulu memeriksa Budiantoro selama 2,5 jam. Tersangka lalu disodori surat berita acara penahanan untuk ditandatangani. "Sore itu juga tersangka kami tahan di Rutan Bareskrim," kata Djoko.

Pagi hari sebelum Budiantoro ditangkap, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak per­mohonan praperadilan yang diajukannya. Budiantoro meng­gugat penyidikan yang dilakukan Bareskrim Polri terhadap di­rinya. Ia tak menghadiri putusan praperadilan ini, tapi mengutus kuasa hukumnya.

Menurut Djoko, penangka­pan dan penahanan Budiantoro untuk mempercepat penyidikan kasus ini. "Kita ingin berkas perkaranya cepat rampung dan dilimpahkan," alasannya.

Budiantoro telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 30 April 2015. Kasus ini terkait kewa­jiban PT Innovare Gas untuk membayar bonus tanda tangan (signature bonus) kepada pe­merintah sebesar US$1 juta atau setara Rp 14 miliar.

Innovare adalah pemenang lelang tahap I wilayah kerja migas East Bontang, Kalimantan Timur. Pengumuman pemenang disampaikan pada Desember 2013. Ditunjuk sebagai rekanan pemerintah, Innovare diwajib­kan membayar signature bonus sekaligus sebagai jaminan.

Pada 26 Februari 2014, Innovare meneken kontrak dengan SKK Migas. "(Pembayaran jaminan) batas waktunya 30 hari kerja atau satu bulan sejak kontrak)," jelas Djoko. Atau, jatuh temponya 26 Maret 2014. Namun hingga batas waktu itu terlewati, Innovare tak juga menyerahkan jaminan.

Budiantoro dituding melang­gar ketentuan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Untuk mengumpulkan buk­ti-bukti, penyidik Bareskrim lalu menggeledah kantor SKK Migas, Juni lalu. Hasilnya, pe­nyidik mendapati bukti dugaan penyalahgunaan wewenang da­lam penetapan Innovare sebagai pemenang tender.

Dicurigai, proses tender tidak sesuai prosedur. Tim panitia diduga tidak memeriksa doku­men penawaran yang disodorkan peserta lelang.

Menurut Djoko, pihak masih mendalami temuan ini. Saat ini penyidik masih fokus me­nyelesaikan berkas perkara Budiantoro. "Dia juga diduga terli­bat penyalahgunaan wewenang ini," ucapnya.

Djoko mengatakan sudah ada pejabat SKK Migas yang diperiksa dalam kasus ini. "Setiap hari ada saksi-saksi yang kita periksa. Bisa jadi tersangka kasus ini bertambah," katanya.

Direktur Tipikor Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Wiyagus membenarkan ket­erangan anak buahnya menge­nai temuan baru itu. "Proses tendernya tidak sesuai aturan," sebutnya.

Wiyagus mengungkapkan pihaknya telah meminta keterangan dua saksi yakni Aussie B Gautama yang menjabat Deputi Pengendali Perencana SKK Migas; dan Agah Milan Moroliant, pejabat di Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sejauh ini, penyidik belum mendapat angka kerugian negara dari praktik kongkalikong ten­der wilayah migas ini. Masih dihitung Badan Pemeriksa Keuangan," katanya. Setelah hi­tung-hitungannya keluar, berkas segera dilimpahkan ke penuntut umum. ***

Tidak ada komentar: