BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 08 Oktober 2015

Pemerintah & Parpol Pendukung, Nggak Perlu Bohongi Rakyat Lagi

Harian Rakyat Merdeka
RMOL. Pemerintahan Joko Widodo dan partai politik pendu­kung pemerintahan dianggap tidak jujur mengelola dan menjelaskan kondisi ekonomi Indonesia yang kian terpu­ruk. Masyarakat seolah dibodoh-bodohi dengan sejum­lah argumentasi silat lidah para pejabat pemerintahan dan petinggi parpol pendukung pemerintahan.

Hal ini dikemukakan Ketua Umum Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono, di Jakarta. "Kita kasihan melihat kon­disi ini. Di tengah morat-maritnya perekonomian nasional,pemerintah dan partai politik pendukungnya malah meminta masyarakat tidak perlu khawatir. Padahal, masyarakat menengah ke bawah sangat merasakan dampak buruknya hari-hari ini," ujarnya.

Arief menyayangkan, dalam keterpurukan perekonomian Indonesia, justru banyak pe­jabat negara dan parpol malah seperti tidak memahami kondisi masyarakat, bahkan terkesan menjilat penguasa.

Alhasil, dalam sejumlah pernyataan yang disampaikan pun, tidak memiliki rasa sebagai rakyat Indonesia. Sebaliknya, malah mencoba memberikan pernyataan-pernyataan menipu masyarakat.

"Seperti orang mimpi di siang bolong, mencoba mengelabui bahwa krisis ekonomi ini tidak berpengaruh pada kehidupan rakyat kecil. Mungkinkah para pejabat dan para pendukung itu sudah merasa bukan bagian wong cilik lagi? Jangan buta dan tuli karena sedang berkuasa lah. Meski krisis ekonomi ini tidak sama dengan krisis 1998, yang pasti kita sedang dilanda krisis ekonomi," paparnya.

Saat ini, lanjut Arief, dampak krisis ekonomi malah lebih parah dari yang terjadi pada 1998. Semua pihak terkena imbasnya, mulai dari pengusaha konglomerat, hingga masyarakat kecil.

Bahkan bagi para konglom­erat, sudah kian banyak perusa­haannya yang mengalami default untuk membayar hutang-hutang­nya di luar dan dalam negeri. Sedangkan bagi masyarakat menengah, penghasilannya sudah tidak dapat disisihkan sebagai tabungan. Kalangan ekonomi menengah pun kini sudah ban­yak yang menunggak pemba­yaran kartu kredit dan kredit konsumen lainya, seperti pem­bayaran cicilan mobil dan rumah atau apartemen mewah.

"Sedangkan untuk masyaakat kecil yang bekerja di sektor formal, sudah 470.000 peker­ja yang di-PHK (pemutusan hubungan kerja) dan dirumah­kan," ujar Arief. Masyarakat kecil yang berwiraswasta atau bekerja di sektor informal pun sudah banyak yang menutup usahanya.

Karena itu, kepedulian pa­ra pejabat pemerintahan dan petinggi parpol pendukung pe­merintah, disebutnya sudah tidak peduli lagi terhadap keterpurukan ekonomi masyarakat menengah dan kecil.

"Jujur saja, jangan bohongi rakyat, jangan hanya mainkan isu. Dolar sudah makin perkasa terhadap Rupiah. Ekspor ko­moditi makin nyungsep. Impor bahan pangan makin gila-gilaan, impor bahan baku industri malah menurun, kok dibilang tidak pengaruh? Bohong besar kalau daya beli masyarakat kecil masih kuat," ujar Arief.

Sebelumnya, Ketua Fraksi PDI Perjuangan (PDI P) Olly Dondokambey mem­inta masyarakat tidak perlu khawatir soal pelemahan ru­piah terhadap dollar Amerika. Sebab diyakini, masyarakat Indonesia masih mampu, karena daya beli yang tak terpengaruh oleh krisis. "Rakyat tidak terganggu dengan nilai dolar, masih mampu membeli. Perekonomian tetap berjalan," katanya, Selasa (29/9).

Bendahara Umum PDIP ini mengatakan, daya beli masyarakat malah masih cukup tinggi. "Hal itu (krisis) hanya berpengaruh pada para pengu­saha," ujar kader partai moncong putih yang hendak bertand­ing memperebutkan Gubernur Sulawesi Utara ini.

Pemerintah, kata Olly, memi­liki ruang yang besar untuk men­ingkatkan alokasi belanja modal, penyertaan modal BUMN, dan stimulasi beberapa progam un­ggulan terkait Nawacita. "Pemerintah menaikkan target penerimaan pajak cukup tinggi, seh­ingga mendobrak kemandegan penerimaan pajak yang statis sepanjang 10 tahun terakhir," ujarnya. ***

Tidak ada komentar: