Jakarta (ANTARA
News) - Ketua DPP Partai Amanat Nasional Bima Arya Sugiarto mengatakan
bahwa politikus dan aktivis merupakan orang yang paling rentan terlibat
dalam kasus korupsi.
"Sebagian besar terjadi transaksional di dalam partai politik. Kalau
intelektualnya rendah, maka mudah tergoda untuk melakukan korupsi,"
kata Bima dalam diskusi "Gerakan Mahasiswa dan Pemberantasan Korupsi di
Indonesia" di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, politikus yang tidak memiliki kemampuan pada akhirnya
akan menjadikan parpol sebagai mata pencaharian, bukan pengabdian.
Selain itu, politikus yang tersesat dan terlibat dalam kasus korupsi
dikarenakan tidak masuk parpol secara bersama-sama, melainkan sendiri
dan tidak bergaul di luar parpol.
"Kalau hanya bergaul di dalam partai, maka akan tersesat dalam godaan partai yang besar," tutur Bima.
Ia mengatakan, saat ini, parpol membutuhkan orang yang memiliki
kemampuan intelektual tinggi. Oleh karena itu, dirinya menyayangkan
sikap LSM dan media yang menakut-nakuti orang untuk masuk parpol.
Sementara untuk melakukan pemberantasan korupsi di tubuh parpol,
tambah Bima, parpol harus memiliki sistem deteksi yang baik agar bisa
mengungkap tindakan korupsi yang telah dan akan dilakukan.
"Harus ada sanksi yang efektif sehingga menimbulkan efek jera," katanya.
Di tempat yang sama, peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat)
Universitas Gadjah Mada (UGM) Laras Susanti memandang perlu ada gerakan
dari masyarakat secara masif untuk memberantas kasus korupsi, yang
sering dilakukan oleh kepala daerah.
"Namun sayangnya di beberapa daerah, gerakan masyarakat di redam, bahkan ditunggangi," tutur Laras.
Menurut dia, elite lokal melakukan berbagai cara agar tindakan
korupsi yang dilakukannya tidak diutak-atik dan membungkam gerakan
masyarakat dan media lokal.
"Mereka (elite lokal) sering kali melakukan penyalahgunaan jabatan untuk mengeruk kekayaan pribadi," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar