Jpnn
PALANGKA RAYA – Juru bicara
Front Pembela Islam, Munarman semakin gencar melakukan siaran pers di
berbagai televisi untuk mempotes aksi penolakan empat delegasi FPI oleh
masyarakat Dayak Sabtu (11/2) lalu di bandara Tjilik Riwut.
Kamis kemarin Munarman melakukan dialog di TVRI bersama dengan Komisi
III DRP RI. Tidak lain dirinya menyampaikan bahwa gubernur Agustin Teras
Narang mengerahkan para preman untuk membunuh empat delegasi yang akan
turun dari pesawat.
Aksi yang dilakukan oleh Munarman mendapat reaksi dari tokoh Dayak.
Setelah Yansen Binti dan Prov K A M Usop yang menyampaikan penolakan
pada Rabu (15/2) lalu, kali ini giliran tokoh masyarakat Hederman
Wilson. Hederman didampingi Pengacara Labih Binti dan Ketua Gerakan
Pemuda Dayak menyampaikan kesaksiannya kepada wartawan Kamis (16/2)
kemarin di kedai Jalan Diponegoro depan Rumah Sakit TNI.
“Saya ada di bandara saat itu untuk menenangkan masa. Kebetulan aksi ini
adalah spontanitas tanpa dikoordinir maka saya yang dianggap paling
dituakan ikut meredam emosi massa agar tidak terjadi hal-hak yang tidak
diinginkan,” kata Herdiman.
PNS yang bekerja sebagai Pengawas di Departemen Agama Kota Palangka Raya
ini membantah bahwa Teras Narang memberikan titah agar massa bergerak
ke bandara. Kata Herdiman, kalaupun Teras memberikan titah maka tentu
ada suratnya.
Herdeman mengaku bahwa massa sebenarnya tidak bermaksud untuk masuk
menerobos ke dalam bandara pada saat itu. Ia mengisahkan bahwa saat itu
adalah tamu gubernur, Akbar Faisal dari DPR RI. Anggota Komisi III yang
menggunakan pesawat Sriwijaya ini setibanya turun dari pesawat langsung
memanggil wartawan untuk menyampaikan wawancaranya. Akbar rupanya tak
mampu membaca situasi pada saat itu dimana sedang ada massa besar yang
menghadang di muka bandara.
Beberapa wartawan yang dipanggil akhirnya dengan gesit mampu menyelinap
ke dalam bandara. Alhasil ini juga mengundang massa yang mengira bahwa
delegasi FPI benar-benar sudah tiba di bandara. “Ini mungkin Akbar
Faisal kurang bisa mengkondisikan waktu wawancara yang tepat dan ia
tidak tahu ada massa,” kata Herdeman.
Padahal saat itu katanya bahwa pihak maskapai dan bandara sudah
menginstruksikan agar pesawat Sriwijaya yang ditumpangi oleh empat
delegasi FPI tidak menurunkan penumpangnya dan didaratkan di Bandara
Syamsuddin Noor pada hari itu juga.
Herdeman sebagai masyarakat Dayak juga mengaku tersinggung dengan
pernyataan petinggi FPI yang menyebut aksi tersebut sebagai wujud
premanisme. Katanya FPI telah memutarbalikan fakta bahwa yang sebanarnya
FPI sendiri melakukan aksinya seperti preman.
“Jangan asal bicara, gubernur tidak ada sangkut-pautnya dengan aksi ini.
Malahan Pak Teras yang datang ke bandara tujuannya adalah menenangkan
serta membubarkan masa. Sehingga tidak ada aksi yang lebih anarkis
lagi,” kata purnawirawan Pasukan Pengibar Bendera Tingkat Nasional
perwakilan Kalteng tahun 1978 ini. (nik)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar