VIVAnews - Muslimat Nahdlatul Ulama menilai
putusan Mahkamah Konstitusi terkait status anak yang lahir di luar nikah
sangat riskan dan berpotensi menjerumuskan. Terutama jika dikaitkan
dengan hukum Islam.
Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indar
Parawansa, mengakui putusan MK terkait uji materi pasal 43 UU Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan sangat baik ditinjau dari sisi kemanusiaan
dan administrasi negara.
"Tapi, niat baik ini bisa jadi justru menjerumuskan pada akhirnya," kata Khofifah di Jakarta, Minggu, 26 Februari 2012.
Sebelum
diuji materi, pasal 43 ayat 1 menyebutkan anak yang dilahirkan di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga
ibunya.
Namun, setelah diuji materi menjadi anak yang dilahirkan
di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan kedua orang tua
biologis dan keluarganya dapat mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk
memperoleh pengakuan dari ayah biologisnya melalui ibu biologisnya.
Pendapat
yang melandasi keputusan itu, antara lain, setiap anak adalah tetap
anak dari kedua orang tuanya, terlepas apakah dia lahir dalam perkawinan
yang sah atau di luar itu, dan bahwa dia berhak memperoleh layanan dan
tanggung jawab yang sama dalam perwalian, pemeliharaan, pengawasan, dan
pengangkatan anak.
Hal itu sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yang menyangkut hak asasi manusia (HAM).
"Padahal,
anak yang dilahirkan kurang dari enam bulan setelah akad nikah, menurut
jumhur (pendapat sebagian besar) ulama tidak bisa dinasabkan kepada
ayah biologisnya," kata Khofifah.
Konsekuensinya, anak yang lahir di luar perkawinan, tidak memiliki hak waris dan perwalian dari ayah biologisnya.
"Kalau
si anak hasil hubungan di luar nikah ini menikah dan bapak biologisnya
menjadi wali, maka tidak sah pernikahannya," kata pemimpin organisasi
perempuan NU itu.
Karena itu, muslimat NU mendorong agar
dilakukan koordinasi antara Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama,
Mahkamah Konstitusi, Majelis Ulama Indonesia, dan ormas Islam untuk
mencari jalan keluar yang tepat dalam penataannya.
"Agar terdapat sinergi antara hukum syariat dan hukum legal formal kenegaraan," kata Khofifah.
Lebih
dari itu, lanjut Khofifah, pergaulan bebas yang dapat menjerumuskan
pada perbuatan zina wajib dicegah. "Karena menimbulkan banyak kesulitan
bagi anak sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat serta
menimbulkan kekacauan nasab," katanya. (art)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar