VIVAnews - Sudahkah terbukti jumlah rapat-rapat di
Kementerian BUMN turun 50% seperti yang saya inginkan? Angka pastinya
masih dikumpulkan. Tapi dari penjelasan para direktur utama BUMN, terasa
sekali jumlah rapat itu menurun drastis. “Rasanya turun 60%,” ujar Nur
Pamudji, Dirut Perusahaan Listrik Negara. “Selama tiga bulan ini saya
baru rapat dua kali di kementerian. Kira-kira menurun 75%,” ujar Karen
Agustiawan, Dirut Pertamina.
Rapat memang harus dikurangi. Kerja
yang harus ditambah. Kerja, kerja, dan kerja. Di birokrasi, kesibukan
rapat itu memang luar biasa. Jadi salah anggapan masyarakat selama ini
kalau birokrasi itu malas. Birokrasi itu rajinnya bukan main. Kalau
sudah rapat bisa panjang sekali. Bahkan untuk satu topik saja bisa
dilakukan berkali-kali.
Tentu ada dampak negatifnya. Penghasilan
sejumlah staf menurun. Dampak lainnya: banyak ruang rapat yang kosong.
Saya suka turun-naik dari lantai ke lantai. Terasa benar ruang yang
mahal itu terlalu boros penggunaannya. Padahal ruang rapat itu banyak
yang ukurannya besar. Maka beberapa staf di Kementerian BUMN mengusulkan
agar segera dilakukan penataan ulang seluruh ruang kerja. Tentu saya
menghargai usul seperti itu dan harus segera dilaksanakan. Pepatah hemat
pangkal kaya rupanya sudah banyak dilupakan di zaman yang serba ada
ini. Digantikan oleh adagium: boros itu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi! Kalau semua orang berhemat, siapa yang belanja? Bagaimana nasib
pabrik-pabrik?
Boros ruangan tentu memberikan contoh yang kurang
baik. Secara kasar bisa dihitung paling sedikit akan ada dua lantai
dari gedung 22 lantai di dekat Monas itu yang bisa dihemat. Beberapa
BUMN yang selama ini masih sewa kantor (ada satu BUMN yang untuk salah
satu bagiannya harus sewa kantor Rp50 miliar selama lima tahun!) bisa
pindah ke gedung ini.
Apakah menurunnya jumlah rapat di Kementerian BUMN itu sudah
membuktikan otomatis BUMN-BUMN kini lebih banyak kerja, kerja, kerja?
Tentu belum bisa dibuktikan seketika. Bukti yang terbaik adalah hasil
tutup buku akhir tahun nanti. Benarkah kinerja BUMN meningkat? Ataukah
berkurangnya panggilan rapat dari kementerian itu justru melonggarkan
kontrol dan membuat BUMN kian malas?
Berkurangnya jumlah rapat
secara drastis di Kementerian BUMN itu sebenarnya bukan berarti
menurunnya intensitas komunikasi. Sejumlah rapat itu kini sudah
digantikan oleh terbentuknya grup BlackBerry Massanger.
Misalnya
ada satu grup BBM yang semua anggotanya eselon satu. Maka meski Rapim
Kementerian BUMN hanya dilakukan satu minggu satu kali (tiap Selasa jam
07.00), pada dasarnya rapat itu berlangsung bisa beberapa kali sehari.
Hanya forumnya tidak di ruang rapat dengan sebuah meja rapat, tapi di
forum BBM. Peserta bisa di mana saja dan sedang melakukan apa saja. Yang
jelas tidak ada hidangan makanan kecil dalam rapat seperti ini.
Ada
juga grup BBM yang anggotanya menteri, wakil menteri, seorang deputi,
dan semua direktur utama BUMN yang bergerak di bidang pangan. Maka
masalah-masalah peningkatan produksi beras di BUMN dibicarakan di “ruang
rapat tanpa hidangan” ini. Demikian juga ada grup BBM bidang gula.
Anggotanya menteri, wakil menteri, deputi bersangkutan, dan semua
direktur utama yang membawahi urusan gula. Ada grup BBM energi. Dan
sebentar lagi, setelah holding perkebunan terbentuk akan diadakan grup BBM perkebunan.
Rapat
melalui grup BBM seperti itu intensifnya bukan main. Juga hemat sekali
waktu. Bahkan “rapat itu” berlangsung tidak mengenal hari dan jam. Bisa
saja pada hari Minggu ada topik yang harus dibahas. Bahkan ada yang
sampai jam 23.00 masih mengajukan pendapat.
Isi dan kualitas pembicaraan tidak kalah dengan rapat yang
dilaksanakan di ruang rapat sungguhan. Meski menggunakan BBM, jangan
khawatir dimanfaatkan untuk yang bukan-bukan. Tidak akan ada pembicaraan
mengenai Apel Malang atau Apel Washington di situ. Sesekali ada yang
memasukkan humor, tapi biasanya kalau lagi akhir pekan. Arifin Tasrif,
Dirut Pusri Holding yang tergabung dalam grup BBM pangan, termasuk yang
suka kirim humor. Hanya kadang saya sulit mengenali nama asli mereka
karena banyak yang pakai nama maya. Arifin Tasrif, misalnya, di BBM
menggunakan nama Kapal Selam. Rupanya dia sekalian jualan pempek
Palembang.
Tentu saya sangat menganjurkan agar semua BUMN
membentuk grup-grup BBM seperti itu. Intensifnya luar biasa. Ini saya
rasakan sewaktu masih di PLN. Waktu itu saya memiliki tujuh grup: grup
khusus yang anggotanya semua direksi plus sekretaris perusahaan, grup
saya dengan para general manajer se-Jawa-Bali, grup saya dengan para
general manajer se-Indonesia barat, grup saya dengan semua general
manajer se-Indonesia Timur, grup saya dengan para manajer perencanaan,
grup saya dengan para manajer keuangan, grup saya dengan para manajer
SDM, dan seterusnya. Keluhan masyarakat, info soal korupsi, pengaduan
tender yang main-main dan segala persoalan yang berkembang bisa langsung
dikomunikasikan melalui grup BBM.
Model komunikasi manajemen
seperti ini, sekaligus bisa menerabas batas-batas hirarkhi dan
birokrasi. Juga bisa lebih terbuka. Kekurangan di satu tempat langsung
diketahui oleh siapa pun di tempat lain. Kalau tidak terbiasa memang
seperti membuka aib dan kelemahan, tapi itulah cara yang efektif untuk
melakukan perbaikan. Kalau niatnya sudah untuk melayani masyarakat, soal
kelemahan yang dibuka di depan sesama manajer seperti itu tidak akan
terasa sebagai aib lagi. Justru dengan cara itu tanggungjawab bisa
muncul.
Apalagi bukan hanya soal kekurangan yang dibeber di grup BBM. Tapi
juga soal prestasi. Dulu sering saya memasukkan pujian dari pelanggan
listrik yang dikirimkan via SMS ke handphone saya. SMS itu
langsung saya masukkan ke dalam grup BBM. Sebagai pendorong bahwa hasil
kerja keras mereka diapresiasi oleh masyarakat luas. Salah satu contoh
ketika Peter Gontha memuji PLN via SMS yang merasa kaget petugas PLN
begitu cepat datang ke rumahnya yang listriknya lagi bermasalah dan
petugas itu tidak mau diberi uang tip. SMS itu saya masukkan ke grup BBM
dan dalam waktu singkat menyebar luas ke jajaran PLN.
Sungguh
sangat banyak rapat yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara yang
tidak perlu harus membuang waktu sampai lima jam (satu jam perjalanan,
tiga jam rapat, satu jam perjalanan kembali). Kecuali kalau rapatnya
benar-benar harus dan bisa mengambil keputusan saat itu.
Tentang
rapat pimpinan Kementerian BUMN sendiri, kini tidak lagi dilakukan di
kantor kementerian BUMN. Tiap Selasa lokasi rapat itu berpindah dari
BUMN satu ke BUMN lainnya. Sekaligus agar seluruh eselon satu
Kementerian BUMN mengetahui dengan mata kepala sendiri markas BUMN yang
selama ini sering mereka panggil. Sekalian untuk mengecek apakah di BUMN
tersebut juga sudah dilakukan rapat pimpinan setiap Selasa jam 07.00.
Rapat paling jauh dilakukan di BUMN Angkasa Pura II Selasa lalu.
Sekalian untuk mengecek persiapan perbaikan Bandara Soekarno-Hatta.
Perubahan
memang sedang dilakukan. Ruang ATC/Tower sudah lebih disiplin dan
bersih. Tidak ada lagi yang merokok di ruang kontrol lalu-lintas
pesawat. Peningkatan kapasitas tower menjadi dua sisi juga sudah hampir
selesai. Satu sodetan express taxy sudah selesai, tinggal membuat satu
lagi. Bagian-bagian jalan yang sempit yang menjadi sumber kemacetan di
sekitar bandara sudah dipagari seng, pertanda proyek pelebaran jalan
sedang dilakukan.
Yang tahun ini mulai dikerjakan adalah: pembuatan gedung parkir empat
tingkat di tengah-tengah antara terminal satu dan dua. Di tengah-tengah
itu tahun ini mulai dibangun juga stasiun kereta api. Gedung parkir dan
stasiun itu harus selesai akhir tahun depan.
Sementara menunggu
gedung parkir, segera dilakukan pengaturan darurat: banyaknya mobil yang
menginap di bandara akan disediakan lokasi khusus. Kendaraan karyawan
bandara dan karyawan toko-toko di bandara akan dialihkan juga di lokasi
lain. Ini agar lokasi parkir bandara lebih diperuntukkan melayani
penumpang.
Terminal 3, yang sekarang ini hanya seperti huruf I,
akan dikerjakan menjadi huruf U lebar. Berikut apronnya sekalian. Dari
terminal tiga akan dihubungkan dengan kereta tanpa sopir menuju terminal
1 dan 2. Pembangunan terminal 3 ini juga harus sudah selesai akhir
tahun depan. Kalau semua pekerjaaan itu selesai maka daya tampung
bandara Soekarno Hatta meningkat menjadi 60 juta penumpang. Sekarang ini
sudah 50 juta penumpang per tahun yang memadati bandara yang mestinya
hanya untuk 22 juta penumpang itu.
Memang masih ada proyek besar
lainnya: membangun landasan nomor 3 dan membangun terminal 4. Tapi
proyek ini memerlukan waktu lebih panjang. Masih harus membebaskan tanah
730 ha yang tentu tidak akan mudah.
Dengan mengurangi kesibukan
rutin berupa rapat-rapat yang kurang efektif, pemikiran memang bisa
lebih dicurahkan untuk hal-hal yang lebih mendasar.
Rapat, tentu saja penting. Tapi kebanyakan rapat bisa membuat orang sinting!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar