INILAH.COM, Jakarta - Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengakui sangat terpaksa mengambil kebijakan menaikkan harga eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Terpaksa,
tapi membawa keselamatan perekonomian di masa depan," ujar SBY
dihadapan seluruh duta besar dan diplomat Indonesia yang bertugas di
luar negeri, di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (23/2/2012).
SBY
menjelaskan kepada seluruh duta besar dan diplomat Indonesia tentang
rencana kebijakan pemerintah, untuk menaikkan harga BBM karena beberapa
faktor.
"Kita tidak bisa lepas dan menunggu apa
yang datang ke negeri kita, geopolitik di Timur Tengah, ketegangan
Iran-AG-Uni Eropa, harga minyak meroket. Dan itu memukul ekonomi semua
bangsa termasuk kita," keluh SBY.
Indonesia yang
tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang progresif, secara tidak
langsung terkena dampak krisis global tersebut. "Ekonomi kita tinggi,
tiba-tiba harus mengalami musibah ini," ucapnya.
Dampak
dari mengurangi subsidi BBM, maka pemerintah juga harus melakukan
perubahan terhadap APBN 2012 dan menekan target pertumbuhan ekonomi
sebesar 6,7%.
"Dengan keadaan ini kita harus
menyesuaikan kembali APBN, fiskal, dan subsidi kita, agar membawa
kebaikan bagi semua. Kalau ada solusi lain tidak perlu dinaikkan,
nampaknya harus ditinjau kembali akan membawa selamat bagi perekonomian
di masa depan," harapnya.
Dalam APBN 2012,
pemerintah mengalokasikan dana subsidi mencapai Rp187 triliun yang Rp45
triliun untuk subsidi listrik dan sisanya untuk subsidi BBM. Saat ini
harga premium sebesar Rp4.500 per liter setelah turun dari Rp5.000 sejak
tahun 2009. [hid]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar