Fajar Pratama - detikNews
Jakarta
Batasan kerugian negara yang dapat ditangani KPK, ditingkatkan dari Rp 1
milliar menjadi Rp 5 milliar, dalam draft revisi UU 30 tahun 2002.
Perubahan batasan ini dinilai tidak akan menghambat keganasan KPK dalam
menangani kasus korupsi. Mengapa?
"Terkadang ada persepsi yang
salah mengenai batas kerugian negara. Jika disebutkan kerugian negara,
maka yang diatur dalam pasal itu adalah kasus yang menimbulkan kerugian
negara," ujar pakar Hukum dari UI Gandjar Laksamana, Minggu (30/9/2012).
Selama
ini, lanjut Gandjar kasus-kasus besar yang ditangani KPK merupakan
kasus yang tidak menimbulkan kerugian negara secara langsung seperti
suap. Batasan Rp 5 milliar sebagaimana tertuang dalam draft RUU 30 tahun
2002, malah dinilainya akan berimbas positif bagi KPK.
"Selama
ini banyak sekali kasus besar yang ditangani KPK adalah kasus suap.
Dalam kasus suap atau yang berasal dari tangkap tangan, tidak diatur
mengenai kerugian negara minimal," terang Gandjar.
Kasus-kasus
besar dan menyita perhatian publik yang ditangani KPK selama ini
mayoritas memang berasal dari kasus suap, seperti kasus cek pelawat
terkait pemenangan Miranda S Gultom dalam DGS BI, kasus suap wisma
atlet, kasus suap untuk hakim pengadilan Tipikor Semarang. Kasus yang
berkaitan dengan kerugian negara secara langsung yang terbaru ditangani
KPK adalah kasus korupsi Simulator SIM di Korlantas Mabes Polri. Tak
tanggung-tanggung, KPK menduga ada kerugian negara lebih dari Rp 100
milliar dalam proyek tersebut.
UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK
mengatur, dalam melaksanakan tugas KPK berwenang melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang
menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1 miliar. Namun dalam draf
revisi UU KPK, KPK hanya menangani pidana korupsi yang nilainya di atas
Rp 5 miliar.
Berikut perbandingan antara pasal 11 UU KPK dengan pasal 11 dalam draf revisi UU KPK:
Pasal 11 UU KPK
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi yang :
a. melibatkan aparat
penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya
dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
atau penyelenggara negara;
b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Draf revisi Pasal 11 UU KPK
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana korupsi yang:
a. melibatkan aparat penegak hukum,
penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara;
b.mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c.menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Selanjutnya kasus korupsi di bawah Rp 5 miliar akan ditangani Kepolisian dan Kejaksaan.
UU
Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur, dalam melaksanakan tugas KPK
berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1
miliar. Namun dalam draf revisi UU KPK, KPK hanya menangani pidana
korupsi yang nilainya di atas Rp 5 miliar.
Berikut perbandingan antara pasal 11 UU KPK dengan pasal 11 dalam draf revisi UU KPK:
Pasal 11 UU KPK
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi yang :
a. melibatkan aparat
penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya
dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
atau penyelenggara negara;
b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Draf revisi Pasal 11 UU KPK
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana korupsi yang:
a. melibatkan aparat penegak hukum,
penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau
penyelenggara negara;
b.mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c.menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Selanjutnya kasus korupsi di bawah Rp 5 miliar akan ditangani Kepolisian dan Kejaksaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar