INILAH.COM, Jakarta - Rekomendasi tentang pemecatan hakim M
Daming Sanusi menunjukkan tidak adanya independensi di tubuh Komisi
Yudisial (KY). Hakim hanya bisa diberhentikan atas dasar kinerjanya.
Bukan gara-gara sebuah pernyataan.
Menurut pengamat
hukum dari Universitas Indonesia (UI), Idrianto Seno Adji, rekomendasi
pemberhentian oleh KY, sangatlah berat. Lembaga pengawas hakim itu,
terkesan larut dalam arus eksternal di masyarakat. Sehingga
keputusannyapun tidak bisa independen dan mengacu kepada aturan yang
telah ditetapkan.
‘’Nyatanya memamng, pernyataan beliau (Hakim
Daming) membuat masyarakat tersinggung. Tetapi tidak ada kaitannya
dengan 'unprofessional conduct' dalam penanganan perkara yang menjadi
acuan KY,’’ terangnya di Jakarta, Selasa (22/01/2013).
Seharusnya,
lanjut Idrianto, Hakim Daming diberikan sangsi berupa teguran keras.
Atas pernyataan yang menimbulkan keresahan masyarakat. Tidak perlu
sampai ditetapkannya rekomendasi pemecatan.
‘’Saya kira, beliau
sekarang juga sedang menjalani hukuman sosial dari masyarakat. Nah, KY
seharusnya berpatokan kepada masalah kinerja. Apabila menemukan hakim
yang unprofessional conduct dalam konteks penanganan perkara saja,
sangat layak mengeluarkan rekomendasi tersebut,’’ paparnya.
Sekedar
catatan, M Daming Sanusi adalah salah satu dari 12 calon hakim yang
diajukan KY. Hakim Daming diplot untuk menangani kasus perdata di MA.
Namun,
ketika menjalani tes uji kelayakan di Komisi III DPR, Hakim Daming
mengeluarkan pernyataan yang membuahkan kontroversi di masyarakat.
Terkait pandangannya soal kasus pemerkosaan.
Atas perkembangan
ini, KY mengeluarkan rekomendasi pemberhentian calon hakim agung
Muhammad Daming Sanusi. Selanjutnya, rekomendasi KY itu akan dibawa
dalam Sidang Majelis Kehormatan Hakim di MA. [gus]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar