Pewarta: Yashinta DP
Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 700 pasal dalam draf Rancangan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mendapat catatan atau koreksi dari
tim dosen Bidang Studi Hukum Pidana FH UI yang diberi tugas oleh
Kemenkumham untuk menelitinya.
"Pada Februari lalu Kemenkumham minta bantuan pada UI untuk meneliti
atau menyisir semua pasal dalam draf RKUHP untuk melihat apa yang
menjadi kelemahan dalam setiap pasal, dan hasilnya hampir semua pasal
ada komentar atau catatannya dari kami," ujar salah satu anggota tim
dosen Bidang Studi Hukum Pidana FH UI Eva Achjani Zulfa di Jakarta,
Selasa.
Menurut dia, banyak kelemahan dalam KUHP yang digunakan saat ini
baik dari banyaknya versi, ketidaksesuaian dengan situasi masa kini,
hingga pasal-pasal yang usang atau mati sehingga akan menyulitkan proses
penegakan hukum.
"KUHP kan kalau dilihat dari sejarahnya merupakan sisa-sisa
pemikiran dari abad 18 ke 19, Belanda saja sudah mengganti (KUHP) lebih
dari delapan kali sementara kita belum pernah melakukan perubahan
apapun," tuturnya.
Selain itu, banyaknya versi KUHP yang beredar membuat beberapa
sanksi dalam rumusan KUHP berbeda antara kitab satu dan lainnya.
Hal itu disebabkan karena versi KUHP yang dibuat resmi oleh
pemerintah tidak pernah ada, bahkan KUHP versi Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) dengan versi UU Nomor 1 Tahun 1946 pun berbeda.
"Ini membuat kita mengalami kesulitan ketika bicara sanksi pidana karena KUHP kita punya beberapa versi," ujarnya.
Kelemahan lain, kata Eva, adalah tentang kualifikasi tindak pidana
yang sama sekali tidak pernah "dicolek" atau disebutnya sudah usang
karena tidak pernah digunakan sebagaimana fungsinya misalnya Pasal 504
KUHP tentang Pengemisan, Pasal 506 KUHP tentang Penggelandangan, dan
Pasal 282 KUHP tentang Pornografi.
"Kita harus berpikir, dalam konteks kekinian pasal-pasal tersebut
masih perlu dipertahankan tidak? Misalnya kenapa harus ada pasal dalam
KUHP tentang pornografi padahal kita sudah punya UU sendiri yang
mengatur itu?" katanya.
Yang tidak kalah penting untuk diatur dalam RKUHP adalah sanksi
denda. Banyaknya versi KUHP yang ada mengakibatkan jumlah sanksi denda
di setiap versi berbeda, versi lama masih menyebutkan denda Rp25
sementara versi baru yaitu versi 1960 jumlah dendanya dikalikan 10
menjadi Rp250.
Perbedaan jumlah sanksi denda ini perlu diluruskan dan disesuaikan
dengan kondisi saat ini agar tidak menimbulkan kerancuan hukum.
"Misalnya pada kasus nenek Minah, kita andaikan kakao yang dia curi
itu nilainya Rp1.000 di pasaran, padahal kalau mau memakai Pasal 364
KUHP nilai benda yang dicuri harus di bawah Rp250. Zaman sekarang apa
yang bisa dicuri dengan nilai di bawah Rp250?" kata Eva.
Untuk itu, menurut dia, beberapa koreksi yang dilakukan timnya atas
draf RKUHP sangat penting untuk menjamin keadilan dan kepastian hukum.
Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM, Yasona Laoly menyatakan pihaknya
sudah menyerahkan draf RUU KUHP kepada Presiden Jokowi. Hal itu
diungkapkan oleh Yasona dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan
Menteri Hukum dan HAM pada Rabu (8/4).
"Sudah diserahkan kepada Presiden dua pekan lalu dan sekarang di Setneg," kata Yasona.
Dalam rapat kerja tersebut salah satu kesimpulannya adalah Komisi
III DPR RI mendesak Menkumham untuk segera mengajukan draf dan naskah
akademik tentang RUU KUHP sesuai dengan kesepakatan Rapat Kerja Komisi
III DPR RI dengan Menkumham tertanggal 21 Januari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar