Pewarta: Desca Lidya Natalia
Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sudah
berkomunikasi dengan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti terkait
pembatalan penahanan Ketua KPK non-aktif Abraham Samad oleh penyidik
Polda Sulawesi Selatan dan Barat.
"Pimpinan KPK sudah berkomunikasi dengan Kapolri agar dapat
menfasilitasi Kapolda Sulselbar, sekiranya tidak dilakukan penahanan
terhadap Pak AS (Abraham Samad) dengan mempertimbangkan beberapa hal,"
kata Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji melalui
pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu.
Pada Selasa (28/4), penyidik Polda Sulselbar mengeluarkan surat
perintah penahanan terhadap Abraham Samad setelah sekitar tujuh jam
menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan
dokumen administrasi kependudukan Feriyani Lim pada tahun 2007.
Penahanan itu menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda
Sulselbar, Kombes Pol Joko Hartanto dilakukan berdasarkan pertimbangan
subjektif dan objektif. Pertimbangan subjektifnya, Abraham dikhawatirkan
melarikan diri, mengulangi kembali tindak pidananya dan merusak barang
bukti.
Sedangkan pertimbangan objektifnya adalah ancaman pidana penjara terhadap Abraham di atas lima tahun.
Namun Abraham dan tim pengacaranya menolak menandatangani berita acara penahanan tersebut.
Pengacara Abraham, Kadir Wakonubun mengatakan penahanan kliennya
tidak bisa dilakukan begitu saja mengingat ada prosedur hukum yang
berlaku padahal sebelumnya pihak kepolisian berjanji tidak akan
melakukan penahanan.
Sedangkan menurut Indriyanto, Abraham tidak jadi ditahan demi membangun komunikasi Polri dan KPK.
"Pertimbangannya antara lain untuk membangun komunikasi kelembagaan
aparat penegak hukum antara KPK dengan Polri. Perkembangan akhir, Pak AS
tidak dilakukan penahanan," ungkap Indriyanto.
Menurut salah satu pengacara Abraham, Kapolri Jenderal Pol Badrodin
Haiti sendiri juga langsung menelepon Abraham, selain pimpinan KPK yang
juga menelepon Abraham.
Sementara itu, Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi mengatakan bahwa
Abraham Samad bersikap kooperatif sehingga tidak perlu ditahan.
"Kami memahami bahwa penyidik punya kewenangan melakukan penahanan
terhadap seorang tersangka, namun sampai saat ini yang bersangkutan
kooperatif dalam menjalani proses hukum. Kami akan mengirimkan surat
permintaan penangguhan penahanan dengan jaminan lima Pimpinan KPK," kata
Johan melalui pesan singkat.
Polda Sulselbar pada 9 Februari 2015 menetapkan Abraham Samad
sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana Pemalsuan Surat atau
tindak pidana Administrasi Kependudukan.
Penetapan tersangka itu berdasarkan laporan Feriyani Lim, warga
Pontianak, Kalimantan Barat yang juga menjadi tersangka pemalsuan
dokumen paspor. Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007,
Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam kartu keluarga Abraham
Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan
Panakkukang, Makassar.
Sangkaan yang ditujukan kepada Abraham adalah masalah kecil yang
hanya terkait pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan
berdasarkan pasal 264 ayat (1) subs pasal 266 ayat (1) KUHPidana atau
pasal 93 Undang-undang RI No 23 tahun 2006 yang telah diperbaharusi
dengan UU No 24 tahun 2013 tentang kependudukan.
Pasal tersebut menjelaskan mengenai "Barang siapa membuat surat
palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak,
perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang
lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu,
diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena
pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar