Pewarta: Satyagraha
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan
Djalil mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan kilang minyak baru untuk
mengurangi ketergantungan impor yang bisa mengganggu kinerja neraca
transaksi berjalan.
"Kita kan sudah punya minyak sendiri, kalau
kita sudah punya kilang, maka (minyak) yang mentah bisa dikilangkan
dalam negeri dan bisa impor minyak mentah yang lebih murah (untuk
diolah)," katanya di Jakarta, Jumat.
Sofyan mengatakan, kebutuhan kilang ini sangat mendesak, apalagi PT
Pertamina berniat memproduksi bensin jenis baru dengan oktan lebih
tinggi, yaitu Pertalite, yang belum tentu bisa dipenuhi dari dalam
negeri.
Dengan kemungkinan pengadaan Pertalite yang terbatas karena belum
adanya kilang baru, lanjut Sofyan, maka membuat pemenuhan kebutuhan
minyak bumi olahan tersebut harus dilakukan melalui impor.
"Sekarang tantangan berat bagi Pertamina adalah pembangunan dan
perbaikan kilangnya, karena sudah pada tua, ada yang sudah 40 tahun,
yang paling muda adalah kilang Balongan. Memang, perbaikan kilang
membutuhkan uang dan waktu," katanya.
Menurut Sofyan, kilang minyak yang ada di Indonesia sebagian besar
fokus untuk memproduksi bensin RON 88 jenis premium, padahal PT
Pertamina mau mengurangi produksi premium dan membatasi distribusinya di
daerah perkotaan.
"Kalau mau menghilangkan RON 88, maka terpaksa tutup semua kilang.
Implikasinya, kita terpaksa impor produk-produk itu yang sudah jadi, 100
persen. Inilah pilihan sulit, karena selama ini Pertamina tidak
melakukan perbaikan kilang," jelasnya.
Namun, ia mengakui membangun kilang baru dengan melibatkan peran
investor swasta tidak mudah, meskipun pemerintah memberikan insentif
perpajakan, karena hasil keuntungan yang terlalu kecil sehingga
berpotensi merugi.
"Biaya investasinya terlalu tinggi, selain itu margin di kilang
terlalu rendah. Oleh karena itu, banyak perusahaan minyak yang sudah di
hulu, cenderung investasi di hulu saja, tidak seperti perusahaan hilir
yang hidupnya tergantung (pengadaan) kilang," ujarnya.
Dalam jangka panjang, Sofyan mengharapkan adanya pemanfaatan energi
terbarukan dan ramah lingkungan seperti gas yang lebih diintensifkan
oleh PT Pertamina, apalagi pemerintah sejak dulu telah memberikan
dukungan berupa dana.
"Pemerintah telah memberikan insentif yang cukup untuk membangun
pipa dan SPBG. Itu anggarannya besar di Kementerian ESDM. Karena kita
melihat yang akan datang, konsumsi gas dalam negeri akan meningkat,"
katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar