Jpnn
MANILA - Warga negara
Filipina yang menjadi terpidana mati kasus narkoba, Mary Jane Veloso
batal dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah, dini hari tadi.
Keputusan pembatalan itu menyusul adanya perkembangan baru dalam kasus
perempuan yang ditangkap di Yogyakarta pada tahun 2010 karena membawa
heroin itu.
Pemerintah Indonesia menunda eksekusi
atas Mary Jane pada menit-menit terakhir setelah ada permintaan dari
Presiden Filipina, Benigno Aquino III. Dasarnya adalah pengakuan seorang
wanita bernama Maria Cristina Sergio yang merasa bertanggung jawab atas
kasus yang menjerat Mary Jane.
Cristina yang merekrut Mary Jane
menyerahan diri ke markas kepolisian Provinsi Nueva Ecija di Kota
Cabanatuan, Selasa (28/4) pagi untuk meminta perlindungan. Wanita yang
punya nama lain Tintin itu tercatat sebagai warga Talavera di Nueva
Ecija. Maria menyerahkan diri bersama pasangannya, Julius Lacanilao
sekitar pukul 10.30, Selasa (28/4).
Kepala Kepolisian Luzon, Superintenden
Ronald Santos menjelaskan, pasangan itu mendatangi kepolisian dengan
ditemani ayah Julius yang bernama Ramon. Berdasarkan pengakuan ke
polisi, Cristina mengaku mendapat ancaman pembunuhan melalui telepon
seluler dan akunnya di Facebook.
“Dia sering mendapat panggilan telepon
yang mengucapkan kata-kata buruk padanya dan anggota keluarganya,” kata
Santos seperti dikutip The Philippine Star. “Dia muncul secara sukarela
ke kantor polisi demi alasan keamanan, termasuk keluarganya.”
Kini, Maria bersama pasangannya, Julius
Lacanilao menghadapi tuduhan melakukan perekrutan tenaga kerja ilegal,
perdagangan manusia dan penipuan. Selain Maria dan Julius, kasus itu
juga melibatkan seorang pria asal Afrika bernama Ike.
Jaksa Agung Filipina, Claro Arellano
mengatakan, pihaknya akan melakukan gelar perkara pendahuluan kasus itu
pada 8 dan 14 Mei yang akan datang. Namun, Maria kini masih dalam
penanganan kepolisian karena merasa nyawanya terancam.
Biro Investigasi Nasional (NBI) Filipina
yang berada di bawah Departemen Kehakiman menyatakan bahwa Mary Jane
merupakan korban perekrutan ilegal dan perdagangan manusia. “Mary Jane
tidak tahu bahwa ada obat terlarang di dalam bagasi yang dibawanya dan
dia adalah korban penipuan serta manipulasi oleh perekrut ilegal,” tulis
NBI dalam laporannya.
NBI memaparkan, fakta seputar kondisi
perekrutan, transportasi dan tempat tinggal di luar negeri bagi Mary
Jane juga menunjukkan bahwa dia adalah korban perdagangan manusia. Hal
itu didasari pada kenyataan bahwa Mary Jane dalam kondisi rentan karena
butuh pekerjaan untuk menghidupi keluarganya sehinga dieksploitasi oleh
perekrut ilegal melalui penipuan dan manipulasi agar mau membawa barang
terlarang tanpa sepengetahuannya.
Menurut NBI, Cristina merekrut Mary Jane pada April 2010. Mestinya, Mary Jane bekerja di Malaysia.
Namun, saat Mary Jane pergi ke Malaysia
pada bulan yang sama, ternyata ia disuruh ke Indonesia terlebih dulu.
Alasannya, tugas itu sebagai syarat sebelum Mary Jane bisa bekerja di
Malaysia sebagai pembantu rumah tangga.
Mary Jane lantas dikenalkan pada Ike,
seorang pria Afrika yang berdomisili di Malaysia. Saat itu, Ike
menyerahkan koper kosong ke Mary Jane untuk digunakan saat tinggal
selama dua hari di Indonesia.
“Dia (Mary Jane, red) diberi tiket pesawat
dan nomor telepon seluler untuk dihubungi saat di Indonesia. Tak ada
nama atau kontak person yang diberikan padanya. Begitu sampai di
Indonesia, Mary Jane ditahan oleh kepolisian atas dugaan menyelundupkan
narkoba,” tulis NBI.
Namun, proses verifikasi yang dilakukan
oleh Badan Pekerja Filipina di Luar Negeri (POEA) menunjukkan bahwa
Cristina dan pasangannya tak punya izin untuk merekrut tenaga kerja guna
dikirim ke mancanegara. Ini membuat Cristina dan Julius harus
bertanggung jawab atas perekrutan ilegal.
NBI juga menjerat Maria dan Julius telah
melakukan penipuan terhadap Mary Jane karena mengambil barang-barang
milik wanita malang itu. Di antaranya adalah kamera, kendaraan bermotor
roda tiga dan telepon selular dengan alasan untuk biaya penempatan.
NBI memaparkan temuannya itu berdasarkan
keterangan dari Mary Jane maupun berbagai saksi dari laporan Badan
Anti-Narkoba Filipina (PDEA).(ara/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar