Jpnn
Sedikit dari perempuan berumur satu abad
yangmasih aktif bekerja. Di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta ada
Mbah Tugiyem, perempuan berusia seabad yang masih mencurahkan seluruh
tenaga, pikiran dan penghasilannya untuk anak, cucu hingga cicit agar
tidak hidup mengandalkan belas kasih orang lain.
GUNAWAN, Gunungkidul
HUJAN mulai membasahi bumi Handayani, ketika Radar Jogja
(Group JPNN) tengah mencari rumah Tugiyem di Kepil, Putat, Patuk, Senin
(20/4). Tempat tinggal Mbah Tugi -sapaan akrabnya- tidak jauh dari
jalan raya Sambi Pitu-Gunung Api Purba Langgeran, Patuk.
Rumah Mbah Tugi memang dekat jalan
beraspal. Namun. jalanan ke rumahnya di kampung hanya berupa jalan kecil
yang cukup untuk kendaraan roda dua.
Sekilas tentang Mbah Tugi, dia merupakan
tokoh terkenal di kampungnya. Dia sedikit dari nenek hebat yang rajin
bekerja meski umur sudah renta. Kerja keras dan hasil bekerja diberikan
untuk satu anak, empat cucu dan tiga cicitnya.
Bidang kerja single parent ini unik tapi
kurang diminati generasi sekarang. Pekerjaannya adalah jalan kaki naik
turun gunung mencari bahan ramuan jamu tradisional berupa tanaman
sambiloto.
Jarak tempuh untuk mencari sambiloto pergi-pulang lebih dari 20 kilometer. Ia menempuhnya dengan jalan kaki.
Saat ditemui di kediamannya, MbahTugi
terlihat sumringah. Ia baru saja mendapatkan beberapa ikat tanaman
sambiloto yang disimpan di bangunan kandang sapi. “Kowe iki sopo (kamu itu siapa)? ” tanya Mbah Tugi dengan polosnya.
Pendengarannya masih cukup bagus. Cara berjalan dan daya penglihatannya juga masih normal dan tanpa alat bantu.
Mbah Tugi lantas tersenyum setelah diberi penjelasan tentang kedatangan Radar Jogja.
Ia kemudian melangkah cepat seperti ingin menunjukkan sesuatu. Benar
saja, nenek empat cucu itu terlihat membopong seikat tanaman sambiloto
lengkap dengan akar.
“Iki sambiloto, sekilone garing Rp 2.500 (Ini tanaman sambiloto, satu kilo dijual Rp 2.500, red),” ucapnya.
Menurut Mbah Tugi, ia menampung dulu
sambiloto itu sebelum dibawa ke pembeli. Ia menjualnya dalam kondisi
kering dan dicacah hingga lembut. Kurang dari tiga minggu, biasanya 1
kuintal sambiloto bisa terkumpul.
“Duite didum nggo anak, putu karo buyut (uangnya saya bagikan untuk anak, cucu dan cicit, Red),” terangnya.
Dia berharap uang hasil jerih payahnya
itu digunakan untuk kebutuhan pokok. Kalau masih sisa, katanya,
sebaiknya ditabung. Dengan cara demikian, nenek yang tak pernah
menggunakan alas kaki ini merasa sangat bahagia. Ternyata, buah dari
berbagi suka itu dirasakan langsung.
Hebatnya, Mbah Tugi mengaku jarang sakit
dan tetap sehat menekuni usaha mencari duit dengan cara yang tidak
biasa itu. Ia hanya punya keinginan keturunannya bisa sekolah.
“Aku ora sekolah, mogo-mugo putro wayahku sregep sekolah (saya tidak sekolah, mudah-mudahan anak cucuk bisa se-kolah, Red),” ucapnya.
Sementara anak Mbah Tugi, Semi mengaku
sudah beruangkali mengingatkan ibunya untuk istirahat. Hanya saja,
kemauan Mbah Tugi dalam bekerja sulit dicegah. Walau begitu pihaknya
tetap memantau aktivitas orang tuanya.
“Kemauan beliau sangat keras.
Semangatnya luar biasa. Hingga sekarang, kami belum bisa membalas.
Sejauh ini kami hanya ingin membuat beliau selalu senang,” kata Semi
yang didampingi suaminya, Tupan.(jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar