Oleh Edy Supriatna Sjafei
Matanya nampak masih sembab. Rambut gondrongnya tak terurus dan terurai
berantakan. Kulit hitam yang tersorot lampu listrik di pintu Rumah Sakit
Daerah Cibinong, Jawa Barat, itu memperjelas wajah lelah lelaki
setengah baya itu.
Keberuntungan masih berpihak padanya. Setelah antri sejak satu malam
sebelumnya, pada Rabu (4/3) akhirnya mendapat antrean pertama
pendaftar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan.
Saat antre, beredar kabar, meski antre sejak malam, bisa saja dapat
nomor besar karena urutan awal sudah diperoleh para calo. Tentu saja
antrean untuk mendapatkan nomor urut wahid itu harus dilalui dengan
perjuangan berat dan penuh kesabaran.
Lelaki setengah baya itu, rela bermalam di teras rumah RSUD Cibinong
bersusah payah mendapatkan nomor antrean untuk orang tuanya yang sudah
lanjut usia atau lansia.
Jika saja orang miskin diizinkan Tuhan tidak sakit, maka tentu tak
ada orang antre nomor berobat seperti di rumah sakit itu. Sudah miskin,
harus menderita lagi mendapatkan nomor antrean.
"Orang miskin
hanya punya modal kesabaran. Ya. Kalau tak sabar, banyak orang miskin
akan nekad menjadi kriminal," kata seorang pengantri lainnya.
Orang miskin jauh lebih jujur ketimbang orang kaya. Namun masih
banyak dana orang miskin disunat. Tidak mustahil pula uang rakyat,
menurut istilah Ahok Basuki Tjahaja Punama, Gubernur DKI Jakarta ,
dimainkan menjadi anggaran siluman dalam APBD.
"Ah, sudahlah. Nggak ada habisnya mikirin korupsi.
Lembaganya saja, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan orang-orangnya makin
ramai saja dibahas di media massa. Tentang koruptornya, jelas, tertawa
dan bersuka ria dengan hasilnya," sahut pengantre lainnya menimpali
pembicara pengantri rekan di sebelahnya.
Satu jam sebelum azan subuh, aktivitas antrean sudah terlihat di
pintu. Cara antreannya pun terlihat cukup unik. Para pengantre
berinisiatif sejak pukul 04.00 WIB sudah meletakan helm di lantai
sebagai tanda pemiliknya mengantre, kemudian disusul pengantre
berikutnya.
Benda atau barang yang diletakan di lantai sebagai antrean bisa
macam-macam, helm, topi, map, botol minuman, dan tas. Saat pintu gerbang
rumah sakit hendak dibuka satpam, para pengantri berinisiatif berbaris
teratur sesuai dengan benda yang diletakan pemiliknya masing-masing.
Antrean nomor berobat pada pagi itu sedikit berbeda dengan hari-hari
sebelumnya. Suasana sedikit hangat. Pengantre pun seolah mendapat
tambahan hiburan di pagi hari yang cerah itu.
Seorang wanita
berambut panjang mengenakan pakaian dinas rumah sakit tersebut tampil
agak beda pula. Tanpa ikut antre, sekonyong-konyong sudah berada di
barisan terdepan menjelang pintu gerbang dibuka. Persis tak jauh dari
lelaki setengah baya yang menanti pintu dibuka sejak malam untuk
mendapatkan nomor berobat.
Sesama pengantre bisik-bisik tentang perilaku perempuan itu. Merasa
diperhatikan pasien lain, lantas perempuan tadi berceloteh sendiri bahwa
dirinya adalah karyawan setempat.
Tepat pukul 06.15, Achmad - pegawai RSUD Cibinong, Jawa Barat -
dengan dibantu seorang pegawai honorer membuka pintu masuk dan
membagikan nomor antrean secara bergiliran.
Dengan mengenakan
layaknya pegawai Pemda, Achmad yang berpenampilan necis itu juga
membantu memberi penjelasan kepada para pendaftar tentang prosedur
layanan di rumah sakit setempat.
Saat antrean berikutnya hendak dibuka untuk mendapatkan fasilitas
BPJS di tiap loket layanan, seorang petugas memberikan penjelasan kepada
para pengunjung.
Petugas berusia 30 tahunan itu mengingatkan
agar setiap pasien melengkapi dokumen, seperti foto kopi kartu BPJS,
kartu tanda penduduk atau KTP, surat rujukan dari Puskesmas.
"Mengantre
harus sabar. Yang antre di sini bukan dari Cibinong saja, juga berasal
dari Sukabumi dan daerah Jawa Barat lainnya," kata si pemuda itu dengan
menggunakan pengeras suara.
"Untuk lansia, antrian di layani terpisah," ujarnya menambahkan.
Kalau antrean subuh hingga pagi untuk pelayanan BPJS kebanyakan
terdiri dari wajah-wajah pasrah dan kumal, maka menjelang siang wajah
pengunjung rumah sakit sedikit berbeda diramaikan orang dengan
penampilan apik, rapi dan bersih dan kebanyakan sudah diwakili untuk
mengantre berobat sejak pagi hari.
"Yakinlah, mustahil orang macam begini mau antri bersusah payah,"
kata seorang petugas RS setempat.Ketika hal tersebut ditanyakan kepada
orang lain yang setiap saat berobat antre sejak pagi, ternyata
jawabannya pun sama.
"Ya nggak lah. Dia tak bakal mau antre.
Pasti orang lain yang antre. Banyak uang, tinggal perintahkan pembantu.
Beda dengan lansia miskin," kata seorang pemuda yang tengah menderita
sakit mata.
Suara tawa, pengumuman nomor antrian hingga di atas lima ratusan dan
suara anak kecil berteriak yang dibawa para orang tua ikut menambah
warna suasana rumah sakit makin ramai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar