Oleh :
Bayu Adi Wicaksono, Bobby Andalan (Bali)
VIVA.co.id - Akhirnya,
misteri bercak darah yang ditemukan penyidik Kepolisian Daerah (Polda)
Bali di dalam rumah ibu angkat Engeline, Margriet, mulai terkuak.
Kepala
Kepolisian Daerah (Kapolda) Bali, Inspektur Jenderal Ronny F Sompie,
memastikan dari hasil uji laboratorium terhadap bercak darah yang
ditemukan di rumah Margriet di Jalan Sedap Malam Nomor 26 Denpasar itu
adalah darah seorang wanita.
"Bercak darah yang ditemukan Inafis
Polda Bali pada awal penemuan jenasah (Engeline) sudah disimpulkan darah
itu darah wanita, dan wanitanya itu adalah Nyonya MM (Margriet
Megawe)," kata Kapolda, Selasa 30 Juni 2015.
Bercak darah yang
telah teridentifikasi milik Margriet itu hasil penelitian yang dilakukan
oleh tim Labfor dan Inafis Polda Bali. Hanya saja, Ronny tak
menjelaskan bagaimana Margriet bisa berdarah dan di mana darah itu
ditemukan. Termasuk, apakah dari hasil uji bercak darah terdapat darah
milik Engeline.
Sementara itu, mengenai sejumlah barang bukti
diduga terdapat bercak darah yang diteliti oleh Inafis dan Puslabfor
Bareskrim Mabes Polri, Ronny mengaku belum menerima hasilnya.
"Kita
sudah mengangkat jejak termasuk darah dan olah TKP ketika Inafis dan
Puslabfor Bareskrim Mabes Polri. Barang bukti zat-zat atau cairan tubuh
atau jejak apa saja, temuan ini yang belum kami dapatkan hasilnya,"
katanya.
Engeline Dipukuli Pakai Bambu
Francy
A Maringka, mantan pengasuh Engeline pernah menceritakan, ia pernah
melihat dan menyaksikan penyiksaan yang dilakukan Margriet terhadap
Engeline.
Francy mengatakan, penyiksaan itu ia saksikan selama ia
bekerja di rumah Margreit di Jalan Sedap Malam, Denpasar, Bali.
Kekerasan bukan sebuah peristiwa yang langka dilihatnya sehari-hari.
Karena,
hampir setiap hari, ada saja perlakuan kasar dan tindak kekerasan yang
dilayangkan Margreit kepada bocah berusia delapan tahun itu.
Tangan
bukan lagi barang baru dalam setiap tindak kekerasan itu, lebih kejam
dari itu, bilah-bilah bambu pun pernah melayang ke tubuh Engeline.
"Ia dipukuli sampai bilah bambu itu pecah," kata Francy, Rabu 17 Juni 2015.
Pria
yang mulai bekerja di rumah Margreit terhitung sejak Desember 2014 itu,
terpaksa meninggal pekerjaannya dan memilih pulang ke kampung
halamannya pada Maret
2015 karena tak tahan lagi menyaksikan kekerasan-kekerasan yang diterima Engeline.
Bahkan,
Francy mengatakan, dirinya sempat ingin membawa pergi Engeline dari
rumah itu dengan tujuan agar gadis kecil itu terbebas dari penderitaan.
"Hidup damai tanpa melihat kekerasan, saya sempat ingin membawa Engeline pergi," kata dia. (ren)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar