"Padahal, berdasar putusan pengadilan berkas tersebut harus dikembalikan ke KPK melalui Direktur Penyidikan Internal," kata Maqdir Ismail, salah seorang anggota tim kuasa hukum Antasari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin (20/4).
Maqdir menjelaskan, satu di antara tiga berkas tersebut merupakan dokumen pribadi milik Antasari, bukan milik KPK. Seperti yang diketahui, sebelum kasus pembunuhan itu terungkap, Antasari masih menjabat sebagai Ketua KPK.
Pria yang juga pengacara Mantan Menkeh Yusril Ihza Mahendra itu mengatakan amplop tempat menyimpan dokumen pribadi tersebut terdapat tulisan private dan confidential yang ditujukan untuk Antasari. Tenju saja itu untuk menunjukkan bahwa berkas tersebut merupakan milik pribadi.?
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Jawa Pos, dokumen yang disebut-sebut milik Antasari itu merupakan dokumen laporan kasus pelanggaran pengadaan IT KPU. Nah, karena menangani kasus ini Antasari pun menjadi target. "Memang kami dengar isinya tentang pengadaan IT. Tapi apakah itu IT KPU kami masih belum tahu secara detail," kata Maqdir. Yang jelas dua berkas lainnya yang disita dari komputer Antasari merupakan dokumen tentang penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan perjanjian kerjasama antara perusahaan swasta dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Polri menampik anggapan masih membawa dokumen tersebut. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Sutarman mengatakan bahwa dokumen terkait barang bukti telah diserahkan ke kejaksaan. "Semuanya sudah diserahkan ke JPU di persidangan," katanya kepada wartawan di Jakarta kemarin.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK M Jasin membenarkan bahwa polisi telah menyita tiga berkas milik Antasari di kantornya. Selain tersimpan dalam amplop, berkas tersebut juga ada yang tersimpan dalam laptop Antasari. "Namun Jasin juga enggan menerangkan apakah salah dokumen yang disebut-sebut milik Antasari pribadi merupakan data-data penting tentang kasus korupsi pengadaan IT KPU.
Tapi Jasin menerangkan bahwa saat itu pihaknya masih memantau dugaan adanya korupsi dalam proyek IT KPU. "Tapi kami masih dalam tahap pulbaket (pengumpulan bahan dan keterangan) jadi masih belum tahap penyelidikan," katanya saat ditemui di Jakarta kemarin.
"Kata dia, pihaknya belum bisa menaikkan status kasus IT KPU ke tahap penyelidikan dan penyidikan lantaran belum ada alat bukti yang kuat dalam kasus tersebut. Karenanya, pihaknya masih terus mencari informasi dan keterangan kasus tersebut.
"Ditanya tentang pengembalian berkas tersebut, Jasin pun mengaku pihaknya belum menerima berkas-berkas milik Antasari yang telah disita penyidik. Menurutnya, proses pengembalian itu akan diserahkan sepenuhnya kepada pengadilan. KPK, kata Jasin, hanya bisa menunggu berkas tersebut dikembalikan.
Di bagian lain, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap melindungi Andi Syamsuddin jika dia mengajukan perlindungan. Itu agar keselamatan adik korban pembunuhan berencana Nasrudin Zulkarnaen itu terjaga.
"Kalau merasa ada ancaman dan ada sesuatu yang penting untuk disampaikan dalam suatu perkara, kami bisa terima permohonannya," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai usai penandatanganan nota kesepahaman dengan Kejaksaan Agung di Hotel Grand Sahid Jaya kemarin (20/4).
Sebelumnya diwartakan, Syamsuddin mengaku memiliki sejumlah informasi. Namun, dia enggan mengungkapkannya apabila tidak dilindungi. Dia khawatir keselamatannya terancam jika dia membuka itu semua. Abdul Haris mengaku mendengar pernyataan Syamsuddin tersebut. "Kalau ada proses persidangan yang berjalan, kami bisa berikan perlindungan. Antasari kan belum mengajukan PK," katanya.
Antasari memang belum mengajukan PK ke Mahkamah Agung (MA). Pasca temuan Komisi Yudisial (KY) bahwa majelis hakim diduga mengabaikan sejumlah bukti, upaya pengajuan PK semakin menguat. Antasari divonis 18 tahun di tingkat pertama, banding, hingga kasasi. Dia dianggap turut serta dalam pembunuhan berencana terhadap bos PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Karena itu, kata Abdul Haris, LPSK akan menunggu Syamsuddin mengajukan permohonan perlindungan. Permohonan itu akan dibicarakan antaranggota untuk diputuskan apakah dia layak mendapat perlindungan atau tidak. "Tanpa permohonan, kami tidak bisa memprosesnya," katanya. (kuh/aga/iro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar