BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 27 April 2011

Richard Latief, Broker Jago Lobi Bermodal Suara

E Mei Amelia R - detikNews

Jakarta - Richard Latief (54), broker yang terlibat pembobolan dana PT Elnusa Rp 111 miliar di Bank Mega memiliki jaringan luas ke sejumlah pejabat bank. Bakatnya dalam marketing yang hebat, membuatnya terkenal dan pandai melobi.

"Karena saya terdidik di marketing, saya mudah mencari simpati orang," kata Richard kepada sejumlah wartawan saat ditemui di ruang penyidik, Jakarta, Selasa (26/4/2011).

Richard mengungkapkan, saat dirinya duduk di bangku SMA, sempat menjadi penyiar di sebuah stasiun radio di Padang, Sumatera Barat pada tahun 1975 silam. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat ini membiayai biaya sekolahnya dari usahanya 'menjual' suara.

"Saya dulu penyiar radio dan pengisi iklan. Saya sekolah dengan biaya jual suara dan akhirnya bisa beli motor," kata Richard

Sehari-hari, suara Richard yang khas mengudara hingga didengar oleh pengusaha-pengusaha. Hingga suatu saat, sebuah tawaran menghampirinya untuk bekerja di sebuah perusahaan.

"Waktu saya isi iklan, ada satu perusahaan Marisol Nusantara, distributor susu, senang sama saya," katanya.

Ia mengatakan, perusahaan tersebut kemudian menariknya untuk diposisikan di divisi marketing. Padahal, saat itu Richard masih mengenyam pendidikan SMA.

"Belum ambil ijazah, ditarik ke Marisol sebagai promotional canvasser, promosi pakai mobil dan pengeras suara," ujarnya.

Tidak hampir satu tahun ia bekerja di situ, kesempatan lainnya datang. Kali ini, tawaran itu berasal dari PT Johnson and Johnson.

"Nggak sampai setahun di Johnson and Johnson," katanya.

Tawaran sebagai marketing kembali datang. Kali ini, dari PT Bayer Agrochemical. "Di Bayer saya dua tahun," katanya.

Setelah itu, dia kemudian ditarik oleh PT Dipa Maskito. Di perusahaan inilah, Richard mendapatkan pengetahuan lebih tentang marketing.

"Di situ saya disekolahkan, bukan cuma training perusahaan, tapi dikirim ke Singapore College. Di situ saya dididik bukan hanya sebagai marketing tapi diajari psikologi juga," jelasnya.

Ia melanjutkan, berawal dari pengalamannya sebagai marketing itulah, Richard akhirnya bisa mengenal pengusaha dan sejumlah pejabat bank. Berkat link-nya yang kuat ke sejumlah pengusaha dan pejabat bank inilah, Richard akhirnya menjadi seorang broker.

"Saya nggak ingat siapa orang bank yang pertama kali saya kenal. Nggak banyak kenalan orang bank, relatif. Ada yang di cabang, ada yang bukan di cabang," katanya.

Richar mengaku tertarik menjadi seorang broker aagar bisa mendapat sampingan yang lebih. Dari usahanya menjadi broker itu, Richard mendapat keuntungan.

"Namanya broker, cuma cari lebihan. Ada setengah persen, satu persen. Kalau kita minta gede-gede, namanya orang gila," katanya sambil tersenyum.

Ia sendiri membantah telah membobol dana PT Elnusa. Menurutnya, dirinya hanya penghubung antara para pemangku kepentingan.

"Itu bukan membobol, saya hanya kenalkan pengusaha dengan banker, mekanismenya ya mereka yang atur," katanya.

Ia mengaku, dirinya tidak memiliki keahlian dalam dunia perbankan. Richard bahkan hanya tamatan SMA.

"Nol (ilmu perbankan) jauhlah. Karena saya rasa, saya suara bagus, orang senang, terus senang dan ditarik. Saya bukan konsultan dan bukan ahli perbankan," katanya.

Selain terlibat pembobolan dana PT Elnusa, Richard juga pernah terlibat pembobolan dana Pemerintah Kabupaten Aceh senilai Rp 220 miliar di Bank Mandiri Cabang Jelambar, Jakarta Barat pada 2009 lalu.
 

Tidak ada komentar: