BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Kamis, 23 Mei 2013

Ahok Selidiki Kisruh Satpol PP dan Warga Pulogadung

VIVAnews – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Kamis 23 Mei 2013, akan mengevalusi bentrokan antara petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan warga Kampung Srikandi RT 07 RW 03 Jatinegara Kaum, Pulogadung, Jakarta Timur, kemarin.

Bentrokan itu terjadi dalam peristiwa penggusuran pemukiman warga di Kampung Srikandi oleh pihak PT Buana Estate milik Probosutedjo selaku pihak yang dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur sebagai pemilik lahan sengketa tersebut.

Ahok mengatakan, untuk mengetahui siapa yang salah dalam kerusuhan itu, pihaknya harus melihat dulu video dan bukti-bukti di lapangan. Apapun, kata Ahok, aparat keamanan kerap menjadi kambing hitam dalam setiap peristiwa kerusuhan.

“Untuk itu kita mesti lihat videonya. Ada banyak bukti video rekaman soal siapa yang melakukan pelemparan lebih dulu hingga jatuh korban. Nanti akan kami evaluasi apakah Satpol PP yang salah atau masyarakat yang salah,” ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta.

Dalam bentrok dengan warga, kata Ahok, aparat keamanan sering dipojokkan dan dituding melanggar hak asasi manusia. Namun ketika ada aparat terluka, tidak ada pembelaan HAM mereka.
“Makanya saya bilang, kalau ada orang bantai aparat lalu dia mati, mereka bilang turut berduka cita. Tapi kalau aparat bisa hidup, dia bilang aparat melanggar HAM. Masyarakat yang melempar dianggap tidak melanggar HAM. Tapi kalau aparat balas melempar, dibilang melanggar HAM,” ucap Aoh.

Kesaksian warga

Sebelumnya, salah seorang warga Kampung Srikandi, menuturkan kronologi kejadian ricuh antara Satpol PP dan warga. “Ada lemparan batu dari warga, dan dibalas oleh Satpol PP dengan memukul warga, termasuk oleh polisi dan TNI. Banyak warga jadi korban. Ada 15 warga yang disandera dan kini dibawa oleh aparat TNI, polisi, dan Satpol PP,” kata dia.

Selain memukul warga, ujar Mimin, Satpol PP juga menembakkan gas air mata. “Saya kena gas air mata sekitar jam 06.30 ketika sedang menyuapi anak saya. Anak saya yang berusia setahun yang ada di gendongan saya juga kena gas air mata,” ujar dia.

Secara terpisah, pengacara Probosutedjo dan PT Buana Estate, Tubagus Mochamad Ali Asgar SH, mengatakan eksekusi lahan di Kampung Srikandi seharusnya dilakukan sejak tahun 2012 sesuai putusan Mahkamah Agung. Perusahaan telah menyosialisasikan penggusuran itu dan menyediakan dana kompensasi atau kerohiman Rp25 juta untuk satu keluarga.

PT Buana Estate mengatakan menyediakan rusun gratis selama tiga bulan kepada warga yang belum menemukan rumah untuk pindah. “Kami sediakan fasilitas sampai mereka berhasil pindah. Semua dibayar PT Buana,” kata Ali. (eh)

Tidak ada komentar: