BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Jumat, 28 Maret 2014

Menko Kesra: Jangan Sampai Indonesia Jadi Objek Permainan Diyat

VIVAnews - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono mengatakan, pemerintah sudah maksimal melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan Satinah, TKI yang dihukum mati karena membunuh dan merampok majikannya sendiri.

"Pemerintah sudah melakukan langkah-langkah yang semestinya, mengayomi, proteksi dan sebagainya," kata Agung di kantornya, Jumat 28 Maret 2014.

Namun, kata dia, adanya uang diyat sebagai pengganti hukuman mati ini, telah berubah menjadi komoditi bagi masyarakat di Arab Saudi. "Ini karena dicover oleh pemerintah dengan berbagai cara, saya kira (uang diyat yang diminta) ini di luar kewajaran," ujar dia.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah, kata Agung, melobi Raja Arab Saudi sehingga dimaafkan. Namun, keluarga korban inilah yang menentukan uang diyat yang diminta.

"Kita tidak mempersoalkan apakah Satinah itu karena hukumnya benar atau tidak, tetapi fakta hukumnya dia bersalah. Kita sudah dilakukan seintens mungkin. Bagaimana kita jangan sampai WNI kita dihukum mati di negeri orang," tuturnya.

Tetapi, jangan sampai pemerintah Indonesia menjadi objek permainan orang-orang Arab Saudi yang meminta diyat. "Kami juga tidak sudi jadi komoditas, apalagi dari berbagai pihak yang mendorong-dorong keluarga (korban), bisa saja itu terjadi. Kita tidak pernah tahu," kata dia.

Kasus Satinah terjadi pada 16 Juni 2007 silam sekitar pukul 10 pagi waktu setempat. Saat itu perempuan asal Dusun Mruten, Semarang, Jawa Tengah, tersebut bertengkar dengan majikan, Nura Al Garib. Nura memukuli kepala Satinah dengan penggaris karena Satinah berbicara dengan anak lelakinya dan pendingin udara di rumah yang rusak. 

Emosi Satinah pun meradang. Dia lantas memukulkan kayu penggilingan roti ke bagian tengkuk sang majikan. Dia kabur dan ikut membawa tas majikan yang berisi uang senilai SR37.970 atau Rp119 juta. Atas kejahatannya itu, Satinah dijatuhi hukuman mati.

Dan kini, keluarga majikannya itu meminta uang diyat yang jumlahnya tak masuk akal Rp21 miliar yang seharusnya rata-rata uang diyat itu hanya 100 ekor unta atau setara Rp2 miliar. (umi)

Tidak ada komentar: