BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Senin, 31 Maret 2014

Presiden: 176 WNI terbebaskan dari hukuman mati

Pewarta: Zuhdiar Laeis

Semarang (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebutkan saat ini sudah ada sebanyak 176 warga negara Indonesia, termasuk tenaga kerja Indonesia (TKI) yang terbebaskan dari hukuman mati di negara lain.

"Selama ini, sudah berhasil kita bebaskan dari hukuman mati sebanyak 176 orang. Itu bukan angka yang kecil, mengingat tidak mudahnya memberikan ampunan pada satu orang saja," kata SBY di Semarang, Minggu.

Hal tersebut diungkapkan Presiden di sela pertemuan dengan perwakilan keluarga dari empat TKI yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi. Pertemuan itu berlangsung di Hotel Gumaya Semarang.

Empat TKI tersebut, yakni Satinah asal Kabupaten Semarang, Tuti Tursilawati asal Majalengka, Jawa Barat, Siti Zaenab asal Bangkalan Madura, dan Karni asal Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

"Sebanyak 176 WNI yang berhasil dibebaskan dari hukuman mati itu rata-rata terlibat kasus pembunuhan dan narkoba," kata Presiden.

Meski demikian, ia mengakui masih ada 246 WNI lagi yang masih terancam hukuman mati di negara lain dan sampai sekarang ini Pemerintah RI terus memohonkan pemaafan dan pengampunan dari hukuman.

"Inilah tugas berat yang kami emban, tapi ikhlas semua demi rakyat Indonesia," katanya.

Untuk kasus Satinah, ia mengatakan sudah menulis surat lagi kepada Raja Arab Saudi untuk memohonkan pengampunan bagi Satinah dan tim juga sudah berangkat ke Arab Saudi.

Sebetulnya, kata Presiden, Satinah akan dijatuhi hukuman mati pada 2011 lalu, tetapi tiga kali surat yang dikirimkan Pemerintah RI berhasil menunda pelaksanaan eksekusi selama tiga tahun ini.

"Masih kami upayakan lagi agar betul-betul dilakukan pengampunan. Perundingan diat (ganti rugi kematian) sedang kami lakukan. Alhamdulillah dari sebelumnya hukuman mati mutlak berubah menjadi qishas," katanya.

Dengan berubahnya menjadi "qishas", Presiden mengatakan apabila ada kesesuaian tentang "diat" bisa dibebaskan dari hukuman mati.

Perihal Siti Zaenab, kata Presiden, terjadi pada tahun 1999 ketika era pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri dan saat itu sudah dimintakan pengampunan.

"Namun, belum dibebaskan dari hukuman mati. Menunggu salah satu putra almarhum akil baligh, menunggu pernyataan mau memaafkan atau tidak. Sampai sekarang memang belum memaafkan secara resmi," katanya.

Demikian pula dengan permasalahan yang menimpa Tuti Tursilawati dan Karni, SBY mengatakan pemerintah melakukan hal yang sama, yakni memohonkan ampunan dan pembebasan dari hukuman mati.

"Sebab, wajib hukumnya bagi saya, sebagai pemimpin warga negara ini, menyangkut warga negara kita. Apa pun kesalahannya, saya memohon dibebaskan dari hukuman mati," kata SBY. 

Tidak ada komentar: