BERBUAT BENAR ADALAH KEHARUSAN, BERBUAT TIDAK BENAR ADALAH KETIDAK HARUSAN

Rabu, 11 Februari 2015

Hakim Tanya Prof Romli Soal Penetapan Tersangka Tidak Jadi Objek Praperadilan

Rini Friastuti - detikNews
Jakarta - Sidang praperadilan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli kembali dilanjutkan setelah diskors selama 1,5 jam. Dalam persidangan, hakim tunggal Sarpin Rizaldi sempat bertanya mengenai satu pasal KUHAP mengenai penetapan tersangka di praperadilan.

"Putusan Pengadilan Negeri yang berkekuatan hukum tetap, dapatkah dianulir melalui surat dalam praperadilan?," tanya hakim Sarpin dalam persidangan di PN Jaksel, Rabu (11/2/2015).

"Sesuai mekanisme hukum acara pidana, tidak dapat mempengaruhi, apalagi oleh surat yang bersifat administratif," jawab saksi ahli yang juga merupakan guru besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita.

Sementara dalam Pasal 10 ayat 1 UU Kekuasaan Kehakiman yang dibacakan hakim Sarpin, berbunyi :Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara dengan dalih hukum tidakk tetap atau kurang jelas. Hakim meminta Romli untuk menjelaskan maknanya.

"Jadi kita melihat bahwa dalam negara hukum, kepentingan hukum negara harus dilindungi, karena pengadilan merupakan satu-satunya tempat dimana seseorang dapat meminta perlindungan. Tidak bisa pengadilan menolak hanya dengan alasan tidak punya kewenangan," kata Romli menjelaskan.

Lalu kembali hakim bertanya, mengenai isi Pasal 77 KUHAP tentang penetapan tersangka dalam praperadilan. "Anda tau tidak, selaku ahli, alasan tidak memasukkan sah atau tidaknya penyelidikan dan penetapan tersangka?," tanya hakim.

"Kalau menurut saya, sama halnya dengan bahwa dalam setiap unsur UU kita selalu tertinggal dari perkembangan masyarakat. Tapi tadi ditafsir sampai sejauh itu, makan ketidaksempurnaan UU bisa saja terjadi," jawab Romli.

Sehingga dalam konflik hukum penetapan tersangka, Romli menganjurkan untuk kasus ke depannya baik di tingkat penyidikan atau tuntutan, dimasukkan ke dalam peradilan umum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), jadi tidak melalui proses praperadilan.

"Sebaiknya ke depan, konflik hukum penetapan tersangka ini masuk ke PTUN. Saya berpendapat seperti itu," pungkasnya.

Tidak ada komentar: