Kejaksaan Agung yang menurunkan tim penyidik ke Bumi Gending Sriwijaya itu, juga melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap tersangka dan para saksi.
“Tim turun ke sana dari 23 April hingga 27 April. Ada 888 item barang di laboratorium komputer Fakultas Teknis, Keguruan, dan Ilmu Pendidikan yang disita penyidik. Setelah disita, barang-barang itu dititipkan ke pihak Unsri untuk dipakai,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman.
Dia merinci, pada 23 April, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Yang diperiksa pada hari itu adalah Sekretaris Panitia Pengadaan bernama Parama Santati, anggota Panitia Pengadaan Noviza, anggota Panitia Pengadaan Erwin, Kepala Unit Layanan Pengadaan Andi Wijaya dan anggota Panitia Pengadaan bagian Pengadaan Pekerjaan Pengadaan Alat Warsito.
Untuk tanggal 24 April, lanjut Adi, kembali dilakukan pemeriksaan terhadap para saksi, yakni anggota Panitia Pengadaan Yaswanka, anggota Panitia Pengadaan Ilham Ahmad, anggota panitia pengadaan Halim Sobri, Ketua Panitia Pengadaan Pekerjaan Pengadaan Alat Dedi Supriadi dan Sekretaris Panitia Inawati Mandayuni.
Untuk tanggal 25 April, dilakukan pemeriksaan saksi, yakni anggota Panitia Pengadaan Bidang Penerimaan Amrifan Saladin, anggota Panitia Pengadaan Juswardi dan anggota Panitia Pengadaan Made Sikaryawan.
“Sedangkan tanggal 26 hingga 27 April dilakukan proses penyitaan dan pemeriksaan dua tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya. Jadi, ada 14 saksi dan dua tersangka yang diperiksa, yaitu Ketua Panitia Lelang, inisial HNY, dan Pejabat Pembuat Komitmen berinisial ID ,” papar Adi.
Selanjutnya, penyidik akan melakukan evaluasi dan pengembangan lebih lanjut atas penyitaan dan sejumlah pemeriksaan yang telah dilakukan. “Masih evaluasi untuk pengembangan penyidikan,” kata Adi.
Sebelumnya, atas kasus dugaan korupsi yang menyenggol nama Mindo Rosalina Manullang, anak buah Nazaruddin itu, penyidik Kejaksaan Agung sudah menetapkan dua tersangka. Tersangka pertama, Ketua Panitia Lelang berinisial HNY. Tersangka kedua, Pejabat Pembuat Komitmen berinisial ID. “HNY dan ID dari pihak Unsri,” kata Adi.
HNY ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 22/S:/FD.1/03 2012 tanggal 5 Maret 2012. ID ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Sprindik Nomor 23/S:/FD.1/03 2012 tanggal 5 Maret 2012. “Ini adalah kasus yang masih ditelusuri penyidik,” kata Adi.
Pengadaan alat laboratorium di Kampus Universitas Sriwijaya tersebut, menurut Adi, menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2010. “Nilai kontraknya mencapai Rp 47 miliar,” ujarnya.
Kendati begitu, lanjut Adi, penyidik belum bisa memastikan jumlah kerugian negara dalam pengadaan alat laboratorium itu. “Justru dalam penyidikan akan diungkap berapa besar secara riil kerugian negaranya,” ucapnya.
Selain belum menetapkan berapa kerugian negara dalam kasus ini, Kejaksaan Agung juga belum menahan kedua tersangka itu. Penyidik baru sebatas memeriksa tersangka dan saksi-saksi.
Adi juga belum mau menjelaskan dugaan keterlibatan Mindo Rosalina Manullang dan atasannya di Permai Grup, Muhammad Nazaruddin dalam perkara tersebut.
Akan tetapi, sumber di Kejagung menyampaikan bahwa Kejaksaan Agung berupaya mendalami dugaan keterlibatan Rosa dan bosnya itu.
Saat menjadi saksi perkara suap pembangunan Wisma Atlet di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rosa mengakui perusahaan yang tergabung dalam konsorsium PT Permai Grup, pernah menggarap proyek pengadaan alat laboratorium di Universitas Sriwijaya.
Hingga kemarin, Kejaksaan Agung sudah masuk tahap penyidikan dalam dua kasus korupsi di dua universitas. Yakni, kasus pengadaan peralatan laboratorium di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tahun 2010 dan kasus pengadaan alat laboratorium di Kampus Universitas Sriwijaya itu.
Penyidik Kejagung telah menetapkan dua tersangka perkara korupsi pengadaan laboratorium di Universitas Negeri Jakarta, yang diperkirakan merugikan negara Rp 5 miliar. Kedua tersangka itu adalah Dr Fakhrudin selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga Pembantu Rektor III UNJ, dan Ir Tri Mulyono selaku Ketua Panitia Lelang dan dosen Fakultas Teknik.
Kasus itu berawal dari pengadaan alat laboratorium dan peralatan penunjang laboratorium pendidikan tahun anggaran 2010 di UNJ senilai Rp 17 miliar. Modusnya adalah melakukan penggelembungan harga atau mark up dan sebagian jenis barang tidak sesuai dengan kualitas yang diinginkan. Pemenang tender proyek tersebut adalah PT Marell Mandiri dan yang mengerjakannya adalah PT Anugerah Nusantara.
PT Anugerah merupakan satu konsorsium dengan PT Permai Group, dengan koordinatornya adalah Rosa. Rosa telah dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara dalam kasus suap pembangunan Wisma Atlet yang juga melibatkan bekas Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, Nazaruddin.
REKA ULANG
Diperiksa Penyidik Kejagung Di KPK
Penyidik Kejaksaan Agung sudah dua kali mengorek keterangan Mindo
Rosalina Manullang di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan
Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Soalnya, Rosa yang masih dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tidak diperkenankan dibawa ke kantor Kejagung. Akhirnya, penyidik Kejaksaan Agung memeriksa Rosa di kantor KPK.
Pada 14 Februari lalu, bekas anak buah Muhammad Nazaruddin itu diperiksa penyidik Kejagung terkait perkara korupsi di Kementerian Agama. “Ibu Rosa diperiksa sebagai saksi kasus Kemenag,” ujar kuasa hukum Rosa saat itu, Ahmad Rivai di Gedung KPK.
Sehari sebelumnya, Rosa juga diperiksa penyidik Kejagung di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi, pemeriksaan tersebut menyangkut kasus korupsi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung ketika itu, Noor Rochmad menyampaikan, Kejagung tengah mengusut tiga kasus yang melibatkan Rosa. Yakni, perkara korupsi pengadaan alat laboratorium di UNJ, kasus korupsi di Kementerian Agama dan perkara korupsi pengadaan alat kesehatan di Kementerian Kesehatan. “Dia masih berstatus sebagai saksi dalam kasus-kasus itu,” ujar Noor.
Noor mengaku, Kejaksaan Agung serius mengusut semua kasus korupsi itu. Dugaan keterlibatan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, yang juga bekas bosnya Rosa, Nazaruddin pun ditelusuri penyidik.
Mengenai lokasi pemeriksaan, Noor menyampaikan, Rosa dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. “Prinsipnya, LPSK tergantung saksi yang bersangkutan. Jika yang bersangkutan merasanya nyaman diperiksa di KPK, maka pemeriksaannya dilakukan di KPK,” kata dia.
Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan, KPK hanya menjadi tempat pemeriksaan Rosa terkait tiga kasus tersebut. Perkara Rosa yang ditangani KPK, lanjutnya, berbeda dengan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung. “Saya tidak kompeten bicara mengenai perkara yang ditangani Kejagung. Yang bisa saya sampaikan, KPK pun sedang menyelidiki sejumlah kasus terkait Rosa,” ujar Johan.
Apakah, kasus-kasus itu akan kembali menyeret Nazaruddin, bos Rosa? Yang pasti, Ahmad Rivai menyatakan, dirinya bersedia menjadi kuasa hukum Rosa karena sudah ada kesepahaman dengan kliennya itu untuk membongkar semua perkara tersebut.
Lantaran itu, lanjut Rivai, kliennya akan membuka semua pihak yang terlibat dalam kasus-kasus yang ditangani Kejaksaan Agung itu. “Kami akan buka semuanya. Ibu Rosa sudah setuju. Buat apa saya mau jadi pengacara Rosa kalau tidak mau buka-bukaan,” tandasnya.
Menurut Rivai, dalam hampir semua kasus korupsi itu, Rosa hanya berperan sebagai bawahan yang melaksanakan perintah bosnya. “Bosnya kan Anda tahu sendiri siapa. Karena itu, kami meminta aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Agung dan KPK untuk mengusut tuntas semua pihak yang terlibat,” ucapnya.
Tapi, selang beberapa hari kemudian, Rosa tak lagi memakai jasa Rivai sebagai kuasa hukum.
Rusak Moral Mahasiswa
Achmad Basarah, Anggota Komisi III Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah menyampaikan, dugaan korupsi di sejumlah perguruan tinggi sangat menyedihkan. Sebab, lembaga pendidikan yang seharusnya mendidik anak-anak bangsa supaya cerdas, jujur dan berperangai baik, ternyata dikotori praktek korupsi yang menjamur.
Karena itu, politisi muda PDIP ini mendesak agar pengusutan kasus korupsi di sejumlah perguruan tinggi dilakukan sampai tuntas. “Kejaksaan Agung tidak boleh main-main dalam mengusut dugaan korupsi yang melibatkan pejabat teras di lingkungan peerguruan-perguruan tinggi itu,” ujar Achmad Basarah.
Lebih lanjut, dia mengingatkan Kejaksaan Agung agar penyidikan kasus-kasus tersebut tuntas sampai ke akar masalahnya. “Keputusan pengadilan juga harus tegas dan berat apabila para terdakwa terbukti bersalah. Hal itu penting agar perguruan tinggi yang seharusnya berfungsi menjadi lembaga pencetak para calon pemimpin bangsa, tidak menjadi sumber pendidikan korupsi di negeri ini,” ujar Basarah.
Dia menambahkan, banyak efek buruk yang akan terjadi bagi bangsa ini, bila kasus-kasus korupsi di perguruan tinggi tidak diusut sampai tuntas. “Selain akan menurunkan kualitas fasilitas dan sarana pendidikan tinggi, korupsi di lingkungan perguruan tinggi juga akan merusak moral intelektual para mahasiswa dan dosennya,” katanya.
Kerugian yang ditimbulkan pun, lanjutnya, bukan hanya bersifat material tetapi juga immaterial. Lantaran itu diperlukan kesadaran, niat baik dan political will pimpinan penegak hukum, bahwa bahaya yang ditimbulkan akibat korupsi di lingkungan pendidikan juga merusak mental dan moral para peserta didik atau mahasiswanya. “Kita sangat khawatir jika akhirnya perguruan tinggi menjadi lembaga pengkaderan para koruptor,” ujarnya.
Selain mendukung hukuman seberat-beratnya bagi para pelaku korupsi di lingkungan kampus, Basarah juga setuju agar setiap proses pengadaan, dari mulai pembahasan anggaran di DPR dengan Pemerintah, sampai pada tataran pelaksanaan pengadaan proyek di lapangan, ditelusuri dan diusut tuntas.
“Dari hulu sampai hilir harus diusut semua,” ujarnya.
Permainan Uang Kerap Terjadi
Sandi Ebenezer, Anggota Majelis PBHI
Anggota Majelis Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Sandi
Ebeneser Situngkir menilai, kasus dugaan korupsi di sejumlah universitas
itu aneh. “Karena di hilir tidak merasakan ada kerugian,” ujarnya.Menurut dia, apabila nama-nama tenar yang diduga terkait korupsi pengadaan di sejumlah universitas itu menerima gratifikasi, namun di hilir seolah seperti tidak ada masalah, patutlah dicurigai. “Lalu, gratifikasi itu uang siapa? Pihak Kemenkeu, DPR, Pengguna Anggaran, Universitas dan Kontraktor mesti ditelusuri, apakah terlibat,” ujar dia.
Dalam pengadaan, permainan uang kerap terjadi antara pejabat dengan kontraktor, sehingga terjadilah gratifikasi dan jenis korupsi lainnya. “Kontraktor tentu saja mau nyari untung. Tidak mungkin kontraktor mau rugi,” ujarnya.
Kasus dugaan korupsi di Universitas Sriwijaya dan kampus-kampus lain, lanjut Sandi, tidak lepas dari proses penganggaran di DPR. Karena itu, kata dia, penyidik pun seharusnya menelusuri dugaan keterlibatan anggota DPR dan pejabat lainnya.
“Kalau mengikuti alur pemikiran Nazaruddin bahwa proyek seperti itu sudah dikawal mulai dari proses penyusunan anggaran, maka menelusuri dugaan keterlibatan anggota DPR, pejabat Kementerian Keuangan atau kementerian yang bersangkut paut dengan proyek itu, pengguna anggaran dan kontraktornya, harus didalami,” ujarnya.
Sandi menilai, Kejaksaan Agung masih enggan menelusuri keterlibatan politikus dan pejabat negara. Sedangkan KPK, lanjutnya, masih tebang pilih.
Karena itu, katanya, pengusutan kasus-kasus korupsi di perguruan tinggi itu pun tidak akan tuntas sampai ke akarnya.
“Kecenderungannya, kasus korupsi yang dipegang kejaksaan dan kepolisian tidak akan naik alias mandeg, kalau toh dinaikkan akan lama. Contohnya, kasus dugaan korupsi mantan Menteri Kesehatan baru naik setelah kasus di KPK naik,” ujarnya.
Dia pun menyerukan agar dalam setiap pengadaan, aparat penegak hukum melakukan upaya pengawalan. “Pengawalan proyek bukan data baru, mestinya KPK bisa mengantasipasi untuk lakukan pencegahan,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar