Mega Putra Ratya - detikNews
Jakarta,
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat (PD) Saan Mustopa
menilai setiap caleg ataupun politisi dituntut untuk membangun jaringan
dan berkomunikasi langsung dengan konstituennya. Sebabnya, hal itulah
faktor yang menentukan tingkat keterpilihan saat pemilu legislatif.
"Popularitas, materi dan kekuasaan (power)
tidak cukup untuk menjadi anggota DPR, tapi sangat ditentukan dengan
bagaimana membangun jaringan melalui kerja-kerja politik," ujar Saan
Mustopa kepada detikcom, Rabu (23/5/2012).
Dengan
sistem proporsional terbuka, menurut Saan, fungsi representasi menjadi
lebih kuat. Karena setiap caleg dituntut berinteraksi di dapilnya
masing-masing.
Partai harus mengedepankan urusan rekrutmen,
supaya kekhawatiran bahwa caleg selalu didominasi modal dan popularitas,
bisa diminimalkan. Mantan anggota Pansus RUU Pemilu ini mengakui saat
ini ada kekhawatiran caleg dengan popularitas tinggi dan pendanaan yang
besar akan mendominasi.
"Kekhawatiran itu wajar karena ada
kompetisi di tiap dapil. Dan hal ini harus dicermati bagaimana proses
rekrutmen caleg punya dampak penguatan institusi DPR. Di sini partai
harus mencermati hal ini," kata Wasekjen PD ini.
Saan memaparkan,
hasil penelusuran profil caleg terpilih 2009. Dituturkannya, banyak
caleg dari kalangan pengusaha, tapi suaranya juga tidak signifikan.
Demikian juga dengan suara ketua umum partai yang minim. Ternyata artis
yang populer luar biasa, juga tidak berbanding lurus dengan
keterpilihannya.
"Artis yang terpilih pun tidak banyak dengan
suara signifikan. Yang overrespresentasi hanya Tantowi Yahya (Partai
Golkar). Artis yang sangat populer seperti Mandra pun ternyata tidak
terpilih. Jadi kalau disebut mereka menjadi votegetter ternyata tidak tercerminkan juga," paparnya.
Pada
bagian lain, Saan mengatakan, setiap partai akan menghitung soal
pluralisme ketika merekrut kader yang akan ditempatkan menjadi caleg.
"Hal
ini tidak mungkin diabaikan itu. Kekuatiran itu bisa dilihat saat
proses rekrutmen. Partai Demokrat akan sangat memperhitungkan itu
nanti," ucapnya.
Dia menjelaskan, pilihan sistem terbuka yang berlaku secara nasional untuk menghindari sektarian yang menguat.
"Partai
lokal akan memunculkan primordialisme dan melahirkan ketegangan sebab
identitas kembali menguat. Ini aspek yang jadi pertimbangan. Ada
kekhawatiran terkait integrasi bangsa dan NKRI, maka diberlakukan secara
nasional sekaligus juga untuk mengefektifkan pemerintahan," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar